teori konflik

1.KONFLIK MENURUT KARL MARX

Teori-teori sosial yang menekankan beberapa konflik sosial memiliki akar dalam pemikiran Karl Marx (1818-1883), ahli teori besar Jerman dan aktivis politik. Para Marxis, pendekatan konflik menekankan interpretasi materialis tentang sejarah, metode dialektika analisis, sikap kritis terhadap pengaturan sosial yang ada, dan program politik dari revolusi atau, setidaknya, reformasi.
Para materialis pandang sejarah dimulai dari premis bahwa penentu paling penting dari kehidupan sosial adalah pekerjaan yang dilakukan orang, terutama bekerja yang menghasilkan penyediaan kebutuhan dasar kehidupan, sandang, dan papan. Marx berpikir bahwa cara kerja secara sosial terorganisir dan teknologi yang digunakan dalam produksi akan memiliki dampak yang kuat pada setiap aspek masyarakat lainnya. Dia mempertahankan bahwa semua nilai dalam masyarakat dari hasil kerja manusia. Dengan demikian, Marx melihat orang-orang bekerja dan perempuan sebagai terlibat dalam membuat masyarakat, dalam menciptakan kondisi untuk keberadaan mereka sendiri.
Marx meringkas elemen kunci dari pandangan materialis tentang sejarah sebagai berikut:
Dalam produksi sosial keberadaan mereka, orang pasti masuk ke dalam hubungan tertentu, yang independen dari keinginan mereka, yaitu hubungan-hubungan produksi sesuai dengan tahap yang diberikan dalam pengembangan kekuatan materi mereka produksi. Totalitas dari hubungan-hubungan produksi ini merupakan struktur ekonomi masyarakat-dasar yang nyata, di atas mana timbul superstruktur hukum dan politik dan dengan mana cocok pula bentuk-bentuk kesadaran sosial. Cara produksi kehidupan materiel proses umum kehidupan sosial, politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusialah yang menentukan eksistensinya, melainkan eksistensi sosial yang menentukan kesadarannya mereka ( Marx 1971:20).
Marx sejarah dibagi menjadi beberapa tahap, sesuai dengan pola yang luas dalam struktur ekonomi masyarakat. Tahapan yang paling penting untuk argumen Marx adalah feodalisme, kapitalisme , dan sosialisme . Sebagian besar tulisan Marx yang bersangkutan dengan menerapkan model materialis masyarakat terhadap kapitalisme, tahap pembangunan ekonomi dan sosial yang Marx lihat sebagai dominan di Eropa abad 19. Untuk Marx , lembaga sentral dari masyarakat kapitalis adalah milik pribadi, sistem dengan mana modal (yang, uang, mesin, peralatan, pabrik, dan benda-benda lain yang digunakan dalam produksi) dikendalikan oleh minoritas kecil dari populasi. Susunan ini menyebabkan dua kelas menentang, para pemilik modal (disebut kaum borjuis) dan pekerja (disebut kaum proletar), yang hanya properti sendiri tenaga mereka waktu, yang mereka harus menjual kepada kaum kapitalis.
Pemilik dianggap membuat keuntungan dengan membayar pekerja kurang dari pekerjaan mereka bernilai dan, dengan demikian, mengeksploitasi mereka. (Dalam terminologi Marxis, bahan kekuatan-kekuatan produksi atau sarana produksi termasuk modal, tanah, dan tenaga kerja, sedangkan hubungan sosial produksi mengacu pada pembagian kerja dan hubungan kelas tersirat.)
Eksploitasi ekonomi mengarah langsung ke penindasan politik, sebagai pemilik menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk menguasai negara dan mengubahnya menjadi hamba kepentingan ekonomi borjuis. Kekuasaan polisi, misalnya, digunakan untuk menegakkan hak kepemilikan dan menjamin kontrak yang tidak adil antara kapitalis dan pekerja. Penindasan juga mengambil bentuk yang lebih halus: agama melayani kepentingan kapitalis oleh menenangkan penduduk; intelektual, dibayar langsung atau tidak langsung oleh kapitalis, menghabiskan karir mereka membenarkan dan rasionalisasi pengaturan sosial dan ekonomi yang ada. Singkatnya, struktur ekonomi masyarakat cetakan suprastruktur , termasuk ide-ide (misalnya, moralitas, ideologi, seni, dan sastra) dan lembaga-lembaga sosial yang mendukung struktur kelas masyarakat (misalnya, negara, sistem pendidikan, keluarga, dan lembaga agama). Karena kelas dominan atau yang berkuasa (kaum borjuis) mengatur hubungan-hubungan sosial produksi, dominan ideologi dalam masyarakat kapitalis adalah bahwa dari kelas penguasa. Ideologi dan sosial lembaga, pada gilirannya, berfungsi untuk mereproduksi dan melestarikan struktur kelas ekonomi. Dengan demikian, Marx memandang pengaturan ekonomi eksploitatif kapitalisme sebagai dasar yang nyata yang di atasnya superstruktur kesadaran sosial, politik, dan intelektual dibangun. (Gambar 1 menggambarkan model materialisme sejarah.)
Pandangan Marx tentang sejarah mungkin tampak benar-benar sinis atau pesimis, kalau bukan karena kemungkinan perubahan diungkapkan oleh metodenya analisis dialektik. (The Marxis dialektis metode, berdasarkan dialektika Hegel sebelumnya idealis, memfokuskan perhatian pada bagaimana suatu pengaturan sosial yang ada, atau tesis, menghasilkan berlawanan sosial, atau antitesis, dan bagaimana bentuk sosial secara kualitatif berbeda, atau sintesis, muncul dari perjuangan yang dihasilkan .) Marx adalah seorang optimis. Dia percaya bahwa setiap panggung sejarah berdasarkan pengaturan ekonomi eksploitatif yang dihasilkan dalam dirinya benih-benih kehancurannya sendiri. Sebagai contoh, feodalisme, di mana pemilik tanah dieksploitasi kaum tani, memunculkan kelas kota yang tinggal pedagang, yang dedikasi untuk membuat keuntungan akhirnya mengarah pada revolusi borjuis dan era kapitalis modern. Demikian pula, hubungan kelas kapitalisme pasti akan mengarah ke tahap berikutnya, sosialisme . Hubungan Kelas kapitalisme mewujudkan kontradiksi : kapitalis membutuhkan tenaga kerja, dan sebaliknya, tetapi kepentingan ekonomi kedua kelompok secara mendasar bertentangan. Kontradiksi seperti itu berarti konflik inheren dan ketidakstabilan, perjuangan kelas. Menambah ketidakstabilan sistem kapitalis adalah kebutuhan tak terelakkan untuk selalu lebih luas pasar dan selalu lebih besar investasi modal untuk mempertahankan keuntungan kapitalis. Marx diharapkan bahwa siklus ekonomi yang dihasilkan dari ekspansi dan kontraksi, bersama dengan ketegangan yang akan membangun sebagai kelas pekerja keuntungan lebih memahami posisinya dieksploitasi (dan dengan demikian mencapai kesadaran kelas ), akhirnya akan berujung pada sebuah revolusi sosialis.
Meskipun rasa logika tidak dapat diubah dari sejarah, kaum Marxis melihat kebutuhan untuk kritik sosial dan kegiatan politik untuk mempercepat kedatangan sosialisme, yang, tidak berdasarkan kepemilikan pribadi, tidak diharapkan untuk melibatkan banyak pertentangan dan konflik sebagai kapitalisme. Kaum Marxis percaya bahwa teori sosial dan praktek politik yang terjalin secara dialektis, dengan teori ditingkatkan dengan keterlibatan politik dan dengan praktek politik selalu dipandu oleh teori. Kaum intelektual harus, karena itu, untuk terlibat dalam praksis, untuk menggabungkan kritik politik dan kegiatan politik. Teori itu sendiri dipandang sebagai sesuatu yang penting dan nilai-sarat, karena hubungan sosial yang berlaku didasarkan pada mengasingkan dan manusiawi eksploitasi tenaga kerja dari kelas pekerja.
Ide-ide Marx telah diterapkan dan ditafsirkan kembali oleh para sarjana selama lebih dari seratus tahun, dimulai dengan teman dekat Marx dan kolaborator, Friedrich Engels (1825-1895), yang mendukung Marx dan keluarganya selama bertahun-tahun dari keuntungan dari pabrik-pabrik tekstil yang didirikan oleh Engels 'ayah, sementara Marx menutup diri di perpustakaan British Museum. Kemudian, Vladimir I. Lenin (1870-1924), pemimpin revolusi Rusia, membuat kontribusi berpengaruh beberapa teori Marxis. Dalam beberapa tahun terakhir teori Marxis telah mengambil berbagai macam bentuk, terutama teori sistem dunia yang diusulkan oleh Immanuel Wallerstein (1974, 1980) dan teori komparatif revolusi yang diajukan oleh Theda Skocpol (1980). Ide-ide Marxis juga menjabat sebagai titik awal untuk banyak teori feminis modern. Meskipun aplikasi ini, Marxisme pun beragam masih posisi minoritas di antara sosiolog Amerika.

2.KONFLIK MENURUT LEWIS A. COSER
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Konflik juga memiliki kaitan yang erat dengan struktur dan juga konsensus.

Latar belakang munculnya pemikiran Coser tentang fungsi konflik sosial dapat dijelaskan dengan melihat kondisi intelektual, sosial dan politik pada saat itu. Kondisi intelektual adalah respon Coser atas dominasi pemikiran fungsionalisme yang merupakan orientasi teoritis dominan dalam sosiologi Amerika pada pertengahan tahun 1950 .

Coser memulai pendekatannya dengan suatu kecaman terhadap tekanan pada nilai atau konsensus normatif, ketaruran dan keselarasan. Dia mengemukakan bahwa proses konflik dipandang dan diperlakukan sebagai sesuatu yang mengacaukan atau disfungsional terhadap keseimbangan sistem secara keseluruhan. Padahal dalam pandangan Coser konflik tidak serta-merta merusakkan, berkonotasi disfungsional, disintegrasi ataupun patologis untuk sistem dimana konflik itu terjadi melainkan bahwa konflik itu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi positif untuk menguntungkan sistem itu.

Adapun kondisi sosial politik pada saat Coser memunculkan teori fungsi konflik sosial ini adalah masih kuatnya pengaruh Anti-Semitisme atau prasangka rasialisme, perang antar bangsa yang sering merangsang nasionalisme dan semangat patriotisme yang tinggi, pengurangan kebebasan dari orang Amerika-Jepang di Amerika Serikat dan berbagai konflik-konflik lainnya yang ikut manjadi kajian analisis Coser khususnya konflik antar kelompok dan solidaritas kelompok dalam. Coser tidak ragu-ragu untuk menulis kritis tentang politik dan keadaan moral masyarakat. Sebagai reaksi terhadap intoleransi dari McCarthy pada 1950-an, ia dan teman Irving Howe menciptakan anti kemapanan radikal lewat jurnal Dissent, yang diterbitkan secara berkala dalam publikasi jurnal.

Konflik dan Solidaritas
Semula Lewis A. Coser menitikberatkan perhatiannya pada pendekatan fungsionalisme struktural dan mengabaikan konflik. Menurut pendapatnya bahwa sebenarnya struktur-struktur itu merupakan hasil kesepakatan, akan tetapi di sisi lain ia juga menyatakan adanya proses-proses yang tidak merupakan kesepakatan, yaitu yang berupa konflik. Lewis A. Coser ingin membangun suatu teori yang didasarkan pada pemikiran George Simmel. Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antarindividu, antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok. Baginya konflik dengan luar (out group) dapat menyebabkan mantapnya batas-batas struktural, akan tetapi di lain pihak konflik dengan luar (out group) akan dapat memperkuat integrasi dalam kelompok yang bersangkutan.

Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan solidaritas anggota kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota jangan sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya apabila suatu kelompok tidak lagi merasa terancam oleh kelompok lain maka solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala kemungkinan adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu kelompok selalu mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh dan meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok.

Konflik dan Solidaritas Kelompok
Menurut Lewis A. Coser dinyatakan bahwa konflik internal menguntungkan kelompok secara positif. la menyadari bahwa dalam relasi-relasi sosial terkandung antagonisme, ketegangan atau perasaan-perasaan negatif termasuk untuk relasi-relasi kelompok dalam, (in group) yang di dalamnya terkandung relasi-relasi intim yang lebih bersifat parsial. Perlu diketahui bahwa semakin dekat hubungan akan semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan. Akan tetapi semakin lama perasaan ditekan maka mengungkapkannya untuk mempertahankan hubungan itu sendiri. Mengapa demikian karena dalam suatu hubungan yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlihat sehingga pada saat konflik meledak, mungkin akan sangat keras.

Konflik akan senantiasa ada sejauh masyarakat itu masih mempunyai dinamikanya. Adapun yang menyebabkan timbulnya konflik, yaitu karena adanya perbedaan-perbedaan, apakah itu perbedaan kemampuan, tujuan, kepentingan, paham, nilai, dan norma. Di samping itu, konflik juga akan terjadi apabila para anggota kelompok dalam (in group) terdapat perbedaan. Akan tetapi, tidak demikian halnya apabila para anggota kelompok dalam (in group) mempunyai kesamaan-kesamaan.

Perbedaan-perbedaan antara para anggota kelompok dalam (in group) tersebut dapat pula disebabkan oleh adanya perbedaan pengertian mengenai konflik karena konflik itu bersifat negatif dan merusak integrasi. Akan tetapi, ada pula pengertian dari anggota kelompok dalam (in group) bahwa karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan maka konflik akan tetap ada. Perlu diketahui bahwa suatu kelompok yang sering terlibat dalam suatu konflik terbuka, hal tersebut sesungguhnya memiliki solidaritas yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak terlibat konflik sama sekali.


Konsekuensi Konflik
Konflik merupakan suatu fenomena kemasyarakatan yang senantiasa ada dalam kehidupan bersama. Sebenarnya konflik tidak usah dilenyapkan, akan tetapi perlu dikendalikan konflik akan senantiasa ada di masyarakat, hal tersebut karena dalam masyarakat itu terdapat otoritas. Hal tersebut dikandung maksud bahwa apabila di suatu pihak bertambah otoritasnya maka di lain pihak akan berkurang otoritasnya. Selain itu juga karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.

Konflik dapat dikendalikan apabila kelompok yang terlibat dalam konflik dapat menyadari adanya konflik, dan perlu dilaksanakannya prinsip-prinsip keadilan. Di samping itu juga harus terorganisasi secara baik terutama yang menyangkut semua kekuatan sosial yang bertentangan. Dalam hal ini, apabila upaya pengendalian konflik itu tidak dilakukan maka konflik yang tertekan yang tidak tampak di permukaan, dapat meledak sewaktu-waktu dan merupakan tindakan kekerasan. Konflik yang tertekan dapat menyebabkan putusnya hubungan, dan apabila emosionalnya meninggi maka putusnya hubungan tersebut dapat meledak secara tiba-tiba. Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka perlu dibentuk saluran alternatif sehingga rasa dan sikap pertentangan dapat dikemukakan dengan tidak merusak solidaritas.
 

PENGERTIAN DAN PENYEBAB KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
DEFNISI KONFLIK MENURUT BEBERAPA AHLI
1. Menurut taquiri dalam newstorm dan davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Menurut minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
5. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (robbins, 1993).
BEBERAPA PANDANGAN MENGENAI PERAN KONFLIK
Ada pertentangan pendapat mengenai perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam organisasi yang disebut oleh robbin (1996: 431) sebagai the conflict paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan tradisional (the traditional view). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (the human relation view. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (the interactionist view). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Stoner dan freeman (1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view):
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Selain pandangan menurut robbin dan stoner dan freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (myers, 1993:234)
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Berdasarkan penjabaran pandangan - pandangan di atas, ada dua hal penting yang bisa disorot mengenai konflik:
1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut myers, jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (stewart & logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (stewart & logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
BERBAGAI MACAM KONFLIK DI INDONESIA
Konflik sebagai suatu gejala social, akan kita dapatkan dalam kehidupan bersama artinya konflik merupakan gejala yang bersifat universal. Tidak ada kehidupan bersama tanpa adanya konflik, baik pada skala besar maupun skala kecil. Baik menyangkut konflik antar individu, antar kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Konflik berskala kecil akan menyebabkan sedikit orang dalam konflik tersebut dan tidak akan mencakup area yang luas. Konflik antar individum , konflik dalam keluarga adalah konflik berskala kecil. Konflik antar suku dan konflik antar negara merupakan konflik berskala besar yang cakupan areanya sangat luas dan menyebabkan semakin banyaknya orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Disamping berdasarkan skala besar kecilnya konflik. Konflik social dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Berikut ini adalah macam-cam konflik social dan penjelasannya. Menurut soerjono soekanto ada beberapa konflik sosial :
KONFLIK ANTARPRIBADI
Konflik antar individu, adalah konflik social yang melibatkan individu di dalam konflik tersebut. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan atau pertentangan atau juga ketidak cocokan antara individu satu dengan individu lain. Masing-masing individu bersikukuh mempertahankan tujuannya atau kepentinganya masing-masing.
Misalnya dua remaja yang berpacaran. Si pria adalah perokok berat dan si wanita tidak senang pacarnya merokok. Kalau masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan si wanita melarang pacarnya merokok dan pacarnya tadi tidak mau berhenti merokok atau tidak mau mendengarkan permintaan pacarnya, maka terjadilah konflik antar individu dan jika berlarut terus dapat terjadi mereka putus cinta dan tidak berpacaran lagi.
KONFLIK ANTAR ETNIK
Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudfayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sacral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.
Misalnya konflik etnis di kalimantan antara suku dayak dan suku madura pendatang. Bagi suku madura pendatang bekerja adalah suatu tuntutan bagi pemenuhan hidup di perantauan. Pekerjaan yang dilakukan menebang kayu di hutan dan tempat dimana mereka menebang kayu tersebut adalah tempat yang disakralkan oleh suku dayak. Kesalah fahaman ini menyebabkan terjadinya konflik antar etnik dayak dan madura yang menelan korban banyak di antara kedua suku yang berkonflik tersebut.
KONFLIK ANTAR AGAMA
Keyakinan dalam agama adalah keyakinan yang bersifat mutlak, artinya tan[a pembanding. Beda dengan ilmu pengetahuan kebenarannya bersifat relative. Jika ditemukan teori baru dan menyangkal teori lama, maka teori lama akan diganti dengan teori baru. Agama tidak demikian kebenaran bersifat mutlak dengan mrnrrima ajaran agama tersebut dengan keyakinan bahwa apa yang diajarkan dalam agama adalah benar.
Sifat agama yang demikian sering menimbulkan berbagai konflik baik antar umat dalam satu agama, umat antar agama, maupun umat beragama dengan pemerintah. Potensi konflik yang berkaitan dengan agama tersebut pemerintah mencanangkan tiga kerukunan yaitu kerukunan antar umat beragama, kerukunan antar agama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.
Berangkat dari anggapan dasar yang mutlak tersebut konflik agama dapat menyebabkan bencana yang besar karena mereka berkeyakinan pada jalan yang benar dan berani melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan.; konflik di irlandia utara antara kristen protestan dan katholik adalah contoh dari konflik antar agama. Penyerangan terhadap jemaah ahmadiyah di indonesia adalah contoh konflik antar agama.
KONFLIK ANTAR GOLONGAN ATAU KELAS SOSIAL
Konflik yang terjadi antar kelas social biasanya berupa konflik yang bersifat vertical; yaitu konflik antara kelas atas dan kelas social bawah. Konflik ini terjadi karena kepentingan yang berbeda antara dua golongan atau kelas social yang ada.
Golongan buruh yang menuntut perbaikan upah kepada pemerintah maupun perusahaan adalah wujud dari salah satu konflik antar golongan. Pemutusan hubungan kerja ( phk ) adalah wujud dari konflik social antar kelas social yang ada. Pemerintah biasanya menjadi mediator agar kedua kepentingan kelas yang berkonflik dapat mencapai kesepakatan dan perusahaan tetap dapat menjalankan aktivitas produksinya.
Jika kesepakatan tidak tercapai maka perusahaan akan yerganggu proses produksinya dan buruh akan kehilangan pekerjaanya, jika terjadi demikian maka pemerintah akan terkena dampak dari konflik antar golongan yang ada.
KONFLIK ANTAR RAS
Ras atau warna kulit merupakan cirri yang dibawa suatu masyarakat sejak lahir. Merreka hidup dalam suatu komunitas dan mengembangkan berbagai kesadaran kelompok dan solidaritas diantara mereka. Oleh karena itu konflik yang terjadi karena perbedaan warna kulit dapat meluas karena adanya solidaritas diantara mereka yang memiliki warna kulit sama.
Politik perbedaan warnas kulit ( aparheid ) yang terjadi di afrika selatan merupakan konflik yang di dasarkan atas perbedaan warna kulit. Orang kulit hitam dan orang kulit putih memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dan pada dasarnya merendahkan harkat dan martabat orang kulit hitam.
Konflik antar ras biasanya sukar dipisahkan dari konflik antar suku, karena biasanya akan berimbas pada suku dengan kulit yang sama diantara mereka.
Konflik antar negara
Konflik antar negara adalah konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih. Mereka memiliki perbedaan tujuan negara dan berupaya memaksakan kehendak negaranya kepada negara lain. Perang dingin dahulu antara blok timur (negara uni soviet) dan sekutunya dan negara barat amerika dan sekutunya merupakan konflik antar negara sebelum pecahnya negaram uni soviet. Perang dingin antar pakistan dan india dengan masalah khasmir antara korea utara dan korea selatan merupakan wujud dari konflik antar negara. Sedangkan konflik yang baru-baru ini terjadi adalah konflik antara palestina dengan israel.
 

ORGANISASI DESA ANALISIS

STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA

BAB II
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan.
a.    Kewenangan desa adalah:
b.    Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
c.    Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
d.    Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
e.    Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.
Pemerintahan    desa terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa
Asas Penyelenggaraan Pemerintahan
Dalam menyelenggarakan pemerintahan desa berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas;

a)    Asas kepastian hukum
b)    asas tertib penyelenggara negara
c)    asas kepentingan umum;
d)    asas keterbukaan;
e)    asas proporsionalitas;
f)    asas profesionalitas;
g)    asas akuntabilitas;
h)    asas efesiensi; dan
i)    asas efektifitas.

BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
1.    BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
1)    Anggota  BPD  adalah  wakil  dari  penduduk  desa  bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat;
2)    Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya;
3)    Masa  Jabatan  anggota  BPD adalah  6  (enam)  tahun  dan  dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Mekanisme Penetapan Anggota
1)    3  (tiga)  bulan  sebelum  masa  berakhirnya  masa  jabatan  BPD, kepala desa membentuk panitia pembentukan BPD yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa;
2)    Panitia Pembentukan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Tokoh masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang keanggotaannya terdiri dari:
a.    1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b.    1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota;
c.    1 satu) orang Sekretaris merangkap anggota;
d.    4 (empat) orang anggota
3)    Penentuan Ketua    wakil ketua, dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih dari dan oleh anggota Panitia Pembentukan BPD
4)    Pimpinan rapat untuk sementara dipimpin oleh anggota tertua dan didampingi oleh anggota termuda
5)    Apabila  dari  Panitia  pembentukan  BPD  ada  yang  dicalonkan menjadi anggota  BPD  atau  berhalangan,  maka  digantikan  dari unsur yang sama yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

A.    KEDUDUKAN, TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN BPD
BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
B.    BPD mempunyai wewenang:
a.    Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b.    Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
c.    Menetapkan calon Kepala Desa Terpilih sesuai dengan berita acara hasil pelaksanaan pemilihan kepala desa;
d.    Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa;
e.    Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
f.    Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat
g.    Menyusun tata tertib BPD.

C.    BPD mempunyai hak :
a.    Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;
b.    Menyatakan pendapat.
c.    Mengajukan rancangan Peraturan Desa;
d.    Mengajukan pertanyaan;
e.    Menyampaikan usul dan pendapat;
f.    Memilih dan dipilih
g.    Memperoleh tunjangan.

D.    Anggota BPD mempunyai kewajiban :
a.    Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan;
b.    Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa;
c.    Mempertahankan dan memelihara hukum    nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.    Menyerap, menampung, menghimpun, dan    menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
e.    Memproses pemilihan kepala desa;
f.    Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g.    Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan
h.    Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

2.    SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
    Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa
    Susunan organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana pada Lampiran. Dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

KEPALA DESA
A.    KEDUDUKAN, TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN HAK KEPALA DESA
Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (2) berkedudukan sebagai pemimpin masyarakat desa dan Pemerintah desa.
Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan Pemerintahan, Pembangunan, dan Kemasyarakatan.

B.    Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa mempunyai wewenang :
a.    Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b.    Mengajukan rancangan Peraturan Desa;
c.    Menetapkan    Peraturan Desa yang telah mendapatkan persetujuan bersama BPD
d.    Menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Desa mengenai APBDes untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
e.    Membina kehidupan masyarakat desa
f.    Membina perekonomian desa
g.    Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
h.    Mewakili desanya di dalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
i.    Melaksanakan wewenang lain sesuai peraturan perundang- undangan.

C.    Dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Desa mempunyai kewajiban :
a.    Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
b.    Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c.    Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat
d.    Melaksanakan kehidupan demokrasi
e.    Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
f.    Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g.    Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik
h.    Melaksanakan dan mempertanggunjawabkan pengelolaan keuangan desa
i.    Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa
j.    Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa
k.    Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa
l.    Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat
m.    Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa
n.    Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain kewajiban seperti pada ayat (1) Kepala Desa mempunyai kewajiban memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati melalui Camat, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD dalam musyawarah BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada masyarakat
Laporan sebagaiamana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun;
Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa atau media lainnya
Laporan akhir  masa  jabatan  Kepala  Desa  disampaikan  kepada Bupati melalui Camat dan kepada BPD

D.    Kepala Desa dilarang:
a.    Menjadi pengurus partai politik
b.    Merangkap jabatan sebagai Ketua/Anggota BPD, dan Lembaga
c.    Kemasyarakatan di desa bersangkutan
d.    Merangkap jabatan sebagai anggota DPR atau DPRD
e.    Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah
f.    Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;
g.    Melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, menerima uang, barang dan / atau jasa yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya
h.    Menyalahgunakan wewenang
i.    Melanggar sumpah/janji jabatan.

PERANGKAT DESA
A.    KEDUDUKAN, TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN HAK PERANGKAT DESA
Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Jumlah perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat Desa setempat, Sekretariat Desa dipimpin oleh seoran sekretaris desa yang dibantu oleh Kaur Umum dan Kaur Pemerintahan. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:
a.    Berpendidikan minimal SMU atau sederajat;
b.    Mempunyai pengetahuan mengenai teknis pemerintahan;
c.    Mempunyai kemampuan dibidang administrasi perkantoran;
d.    Mempunyai pengalaman dibidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan;
e.    Memahami sosial budaya masyarakat setempat;
f.    Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.

Sekretaris desa sebagaimana dimaksud ayat (4) diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten atas nama Bupati.

B.    Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) mempunyai tugas :
a.    Mengumpulkan, mengelola dan mengevaluasi data dibidang pemerintahan;
b.    Melakukan pelayanan masyarakat dibidang pemerintahan;
c.    Membantu tugas-tugas dibidang administrasi kependudukan;
d.    Melaksanakan Tata usaha dan administrasi pemerintahan Desa;
e.    Melakukan urusan perlengkapan administrasi desa;
f.    Melakukan  pengaturan  pelaksanaan  rapat-rapat  dinas  dan upacara;
g.    Melakukan urusan rumah tangga Pemerintah Desa.
C.    Kepala Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) mempunyai tugas :
a.    Melaksanakan administrasi kependudukan;
b.    Memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal membuat Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan Administrasi Kewarganegaraan;
c.    Melaksanakan pencatatan administrasi pertanahan;
d.    Membuat Monografi Desa;
e.    Melaksanakan pencatatan buku Peraturan Desa.
D.    Kepala  Urusan  Umum  sebagaimana  dimaksud  pasal  9  ayat  (3) mempunyai tugas :
a.    Melaksanakan tata kearsipan, antara    lain menerima, mengendalikan naskah dinas masuk dan keluar dan menyimpan arsip Desa;
b.    Mengkoordinasikan pengetikan naskah hasil persidangan dan rapat rapat atau naskah- naskah lainnya;
c.    Melaksanakan penyimpanan dan pendistribusian alat-alat tulis Kantor serta pemeliharaan dan perbaikan peralatan Kantor;
d.    Menyelenggarakan administrasi personil Pemerintah Desa
e.    Melaksanakan pengelolaan buku administrasi Umum
f.    Mencatat inventarisasi dan kekayaan Desa
g.    Melaksanakan persiapan penyelenggaraan rapat, menerima, tamu dinas dan kegiatan rumah tangga;
h.    Mengumpulkan dan menganalisa data sumber pendapatan desa.
E.    Seksi – seksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri dari :

a.    Seksi Ketentraman dan ketertiban;
b.    Seksi ekonomi dan pembangunan;
c.    Seksi Agama;
d.    Seksi Sosial Budaya.
F.    Seksi ketentraman dan ketertiban mempunyai tugas;
a.    Mengumpulkan, mengolah dan engevaluasi data dibidang ketentraman dan ketertiban;
b.    Melakukan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
c.    Melakukan pelayanan masyarakat di bidang ketentraman dan ketetrtiban;
d.    Membantu kegiatan Hansip di Desa.

G.    G.Seksi ekonomi dan Pembangunan mempunyai tugas :
a.    Mengumpulkan, mengolah dan mengevaluasi data dibidang perekonomian dan pembangunan;
b.    Melakukan pelayanan kepada masyarakat di bidang perekonomian dan pembangunan;
c.    Melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan swadaya dan partisipasi masyarakat dala meningkatkan perekonomian dan pelaksanaan pembangunan;
d.    Membantu koordinasi pelaksanaan pembangunan dan memelihara prasarana dan sara fisik di lingkungan desa.
H.    Seksi Agama mempunyai tugas :
a.    Mengumpulkan, mengolah dan mengevaluasi data dibidang keagamaan;
b.    Melakukan pembinaan di bidang keagamaan;
c.    Melakukan pelayanan masyarakat di bidang keagamaan termasuk NTCR (Nikah Talak Cerai dan Rujuk);
d.    Membina kerukunan antar umat beragama;
e.    Membina kegiatan Badan Amil Zakat, Infak dan Shodaqoh;
I.    Seksi Sosial Budaya mempunyai Tugas:
a.    Mengumpulkan, mengolah dan mengevaluasi data di bidang sosial budaya;
b.    Melakukan pembinaan dibidang budaya;
c.    Melakukan pelayanan masyarakat dibidang kelestarian adat istiadat dan budaya masyarakat desa;
d.    Membina dan mengkoordinasikan kegiatan – kegiatan sosial di desa.
Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan Pemerintahan Desa yang dipimpin oleh seorang kepala Dusun;
Kepala Dusun sebagai unsur pelaksana tugas Kepala Desa mempunyai tugas membantu melaksanakan tugas – tugas operasional pemerintah Desa dalam wilayah Kerjanya serta tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa. Kepala Dusun adalah sebagai unsur pelaksana tugas Kepala Desa yang mempunyai tugas membantu, melaksanakan tugas-tugas operasional Pemerintah Desa dalam wilayah kerjanya serta tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Perangkat Desa dapat dipilih tanpa Pemilihan Perangkat Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan BPD.
BAB IV
HIPOTESIS DAN ANALISIS

A.    HIPOTESIS
a)    Termasuk kedalam type apakah pemerintahan desa tersebut, apakah termasuk jenis pemerintahan maksimal atau minimalis?
b)    Mengapa demikian?

B.    ANALISIS
Dari segi susunannya, type pemerinthan desa merupakan type yang berciri pohon dengan garis kekuasaan ke atas ke bawah, dimana anggaota di kuasai oleh kepala sebagai penguasa system. Maksudnya kecenderungan penempatam posisi orang yang berkuasa adalah diatas. Sehingga garis kekuasaanya ke bawah mmaka di namakan type pohon.
Sedang menilai dari efektifitasnya pemerintahan desa ini menganurt system maksimalis dimana bercirikan lebih dari anggota strukturannya, dimana ada kepala desa, sekertaris desa, kaur pemerintahan, kaur umum, seksi agama, keamanan, sosial, dan ekonomi. Dalam type ine pembagian keraj yang lebih terseteruktur menyebabkan tidak adanya overlapping, dimana satu  orang menangani satu divisi saja, sehingga efektifitas kerjanya terjaga.
Hal ini kebalikan dari system minimalih, di man ke anggotannya terbatas hanya kepala desa, sekertaris desa, kaur pemerintahan, kaur umum, dan seksi ekonomi. Sehinnga sering terjadi overlapping kerja, misalnya kaur umum merangkap sebagai seksi agama, atau sekertaris desa merangkap sebagai seksi sosial. Hal ini menyebabkan efektid=fitas bekerja kurang, karena menumpuknya satu orang di dua bagian. System ii sering di jumpai dalm masarakat agrarian yang cenderung buta akan organisasi.


 

ANALISI KEBIJAKAN OUTSOURCING

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang dan Tujuan

Praktek PKWT dan outsourcing merupakan wujud dari kebijakan Pasar Kerja Fleksibel yang dimintakan kepada pemerintah Indonesia oleh IMF (international Monetary Fund) , World Bank dan ILO (International Labour Organisation) sebagai syarat pemberian bantuan untuk menangani krisis ekonomi 1997. Kebijakan Pasar Kerja Fleksibel merupakan salah satu konsep kunci dari kebijakan perbaikan iklim investasi yang juga disyaratkan oleh IMF dan dicantumkan dalam Letter of Intent atau nota kesepakatan ke-21 antara Indonesia dan IMF butir 37 dan 42. Kesepakatan dengan IMF tersebut menjadi acuan dasar bagi penyusunan rangkaian kebijakan dan peraturan perbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenagakerja.

Peraturan dan kebijakan tersebut adalah:
1.    UU 13/2003 pasal 59 mengenai PKWT dan pasal 64-66 mengenai outsourcing
2.    Kepmen 101/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT
3.    Kepmen 101/2004 tentang Tata cara perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Buruh
4.    Kepmen 220/2004 tentang Syarat-SyaratPenyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain
5.    Dokumen RPJMN 2004-2009 Bab 23 tentang Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan yang ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja formal dan meningkatkan prduktivitas pekerja dengan cara memperbaiki aturan main ketenagakerjaan berkaitan dengan rekrutmen, outsourcing, pengupahan, PHK dan perlindungan terhadap buruh yang berlebihan
6.    Inpres no 3/2006 tentang paket kebijakan Perbaikan Iklim Investasi paket ke-4 mengenai Ketenagakerjaan dalam kebijakan Menciptakan Iklim Hubungan Industrial yang Mendukung Perluasan Lapangan Kerja
7.    Permen 22/2009 tentang Penyelenggaraan Permagangan di Dalam Negeri
8.    Inpres no.1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional prioritas ke -7 program Sinkronisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dan Iklim Usaha .

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang didukung oleh data yang akurat dan sistematis mengenai praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing yang semakin meluas dan memperlihatkan dampak yang merugikan buruh yang ditimbulkannya. Sistem kerja fleksibel perlu dipahami karena tidak hanya membawa dampak bagi buruh dan serikatnya, tetapi juga membawa implikasi lebih luas terhadap permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan dan problem sosial yang mengikutinya. Pemahaman juga diperlukan untuk melengkapi informasi mengenai seluk-beluk dan konteks praktek system kerja fleksibel di lapangan agar dapat diidentifikasi langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi dampak negatifnya.
Secara spesifik studi ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui sebaran besarnya/ luasnya, jenis dan mekanisme praktek kerja fleksibel yang mencakup hubungan kerja kontrak dan outsourcing, termasuk bentuk-bentuk precarious work lainnya di sektor metal.
2. Mengetahui dampak hubungan kerja kontrak dan outsourcing bagi buruh dan serikat buruh sektor metal.
3. Mengetahui pandangan dan peran serikat buruh, perusahaan pengguna, perusahaan penyalur dan pemerintah terhadap kebijakan dan praktek system kerja fleksibel

Metode Pengumpulan Data

Data dan informasi dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggabungkan metode survey dan wawancara serta FGD . Survey dilakukan terhadap buruh untuk mendapatkan informasi mengenai sebaran luas dan jenis praktek kerja fleksibel, tingkat kesejahteraan buruh serta keanggotaan dalam serikat buruh . Survei dilakukan terhadap 600 responden buruh di 3 Provinsi di 7 Kabupaten/ Kota yaitu Provinsi Kepulauan Riau di Kota Batam, Provinsi Jawa Barat di Kabupaten Bekasi dan Karawang serta Provinsi Jawa Timur di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan. Wawancara dilakukan kepada para pelaksana perusahaan pengguna buruh kontrak dan outsourcing, para pemilik dan pelaksana perusahaan penyalur jasa pekerja/perusahaan outsourcing dan para pejabat dinas tenaga kerja dan transmigrasi di lokasi penelitian serta pengurus dan anggota serikat buruh untuk mengetahui pandangan mereka mengenai peraturan dan praktek kerja kontrak dan outsourcing. FGD dilakukan dengan para pengurus serikat tingkat kota/kabupaten dan tingkat pabrik untuk mendapatkan informasi mengenai strategi yang dibangun menghadapi praktek outsourcing.


B.    RUMUSAN MASALAH

1.    Latar belakang penyebab system outsourcing?
2.    Apa dampak dari outsourcing, baik sekarang maupun nanti?
3.    Apakah saran untuk mengtasi program outsourcing ?

BAB II
PEMBAHASAN

PRAKTEK KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING BURUH
DI SEKTOR INDUSTRI METAL DI INDONESIA


Temuan Penelitian

1. Sebaran dan jenis praktek kerja kontrak dan outsourcing
Sistem kerja fleksibel dengan praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing diterapkan di hampir semua sub-sektor industri metal di semua lokasi penelitian, baik di perusahaan PMA maupun PMDN, yang berada di dalam maupun di luar kawasan industri. Perusahaan-perusahaan tersebut mempekerjakan buruh kontrak dan outsourcing di semua bagian pekerjaan produksi dan nonproduksi, atau di pekerjaan utama dan pekerjaan pendukung.

Selain hubungan kerja kontrak dan outsourcing, sistem kerja fleksibel juga diterapkan melalui berbagai bentuk hubungan kerja seperti harian lepas, borongan, masa percobaan dan magang. Semua hubungan kerja fleksibel ini berjangka pendek dan tanpa kepastian kerja.

Praktek hubungan kerja outsourcing memunculkan pihak ketiga dalam hubungan buruh dengan perusahaan yakni perusahaan penyalur tenaga kerja yang mengambil alih pekerjaan perekrutan, pengelolaan tenaga kerja dan hubungan kerja dari perusahaan pengguna. Pihak ketiga ini dalam menjalankan perannya kemudian memungut biaya dari perusahaan pengguna dan dari tenaga kerja yang direkrut dan disalurkan ke perusahaan pengguna.






2. Dampak praktek kerja kontrak dan outsourcing

a. Berefek fragmentatif, diskriminatif, degradatif dan eksploitatif terhadap buruh.

Praktek hubungan kerja tetap dan kontrak telah menciptakan fragmentasi atau pengelompokan buruh berdasarkan status hubungan kerja di tingkat pabrik. Dalam praktek ini di satu pabrik ada 3 kelompok buruh yakni buruh tetap, buruh kontrak dan buruh outsourcing. Pengelompokan ini pada umumnya ditandai dengan perbedaan warna seragam yangdikenakan oleh ketiga kelompok buruh tersebut dan di antara buruh outsourcing yang berasal dari perusahaan penyalur tenaga kerja yang berbeda-beda. Pengelompokan berdasarkan warna baju seragam membawa efek stratifikasi dan jarak sosial di antara buruh tetap, kontrak dan outsourcing yang berimplikasi terhadap solidaritas dan kesadaran bersama sebagai buruh.

Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing membawa setidaknya 3 bentuk diskriminasi terhadap buruh: usia, upah dan berorganisasi

1.    Diskriminasi Usia dan Status Perkawinan: Kebijakan ikutan yang diterapkan oleh perusahaan pengguna untuk mempekerjakan buruh outsourcing adalah menerapkan batasan usia dan status perkawinan bagi buruh outsourcing yang menimbulkan efek diskriminatif. Perusahaan cenderung mempekerjakan buruh berusia muda dan untuk perekrutan buruh outsourcing baru mensyaratkan buruh yang berusia 18-24 tahun dan berstatus lajang dengan alasan produktivitas. Memilih buruh berstatus lajang membawa efek semakin sulitnya buruh yang sudah berkeluarga untuk memperoleh pekerjaan dan berpenghasilan.

2.    Diskriminasi Upah : buruh kontrak dan outsourcing yang melakukan jenis pekerjaan yang sama dalam jam kerja yang sama dengan buruh tetap mendapatkan upah yang berbeda. Upah total buruh kontrak lebih rendah 17% dari upah buruh tetap dan upah total buruh outsourcing 26% lebih rendah dari upah buruh tetap.

3.    Diskriminasi berserikat : buruh kontrak dan outsourcing dilarang secara langsung maupun tidak langsung untuk bergabung dengan serikat tertentu atau dengan serikat apapun dan kemungkinan tidak diperpanjang kontrak jika bergabung dengan serikat buruh.

Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing membawa efek degradasi atau penurunan pada kondisi kerja dan kesejahteraan buruh. Dalam hubungan kerja ini tidak ada jaminan pekerjaan karena hubungan kerja bersifat kontrak dengan rata-rata masa kontrak 1 tahun, hanya mendapatkan upah mínimum dan menerima beberapa tunjangan yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan yangditerima buruh tetap, untuk memperpanjang masa kontrak harus mengeluarkan biaya untuk penyalur tenaga kerja, tidak ada kompensasi saat hubungan kerja berakhir, peluang peningkatan status dan karir sangat kecil.

Upah buruh kontrak selalu lebih rendah dibandingkan buruh tetap dan upah buruh outsourcing adalah yang terendah dibandingkan buruh tetap dan kontrak sementara ketiga kelompok buruh ini melakukan pekerjaan yang sama.

Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing cenderung eksploitatif karena untuk melakukan kewajiban pekerjaan yang sama, buruh kontrak dan outsourcing memperoleh upah dan hak-hak yang berbeda dan sebagian buruh harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk mempertahankan pekerjaannya.

b. Pelanggaran stándar inti perburuhan dalam konvensi ILO no 111 mengenai Anti Diskriminasi dan konvensi ILO no 98 mengenai Kebebasan Berserikat
Preferensi pengusaha untuk hanya mempekerjakan buruh berusia 18-24 tahun dan berstatus lajang merupakan pelanggaran terhadap konvensi ILO mengenai Anti Diskriminasi karena menutup kesamaan kesempatan bagi buruh dalam kelompok usia produktif dan buruh menikah yang harus menghidupi keluarganya.
Melarang buruh kontrak dan outsourcing untuk berserikat baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan bentuk pelanggaran terhadap konvensi ILO no.98 mengenai kebebasan berserikat
4.    Faktor Penyebab Dampak

a. Perbedaan penafsiran terhadap Undang-Undang dan peraturan mengenai perlaksanaan hubungan kerja kontrak dan outsourcing dan terjadinya berbagai pelanggaran terhadap peraturan tersebut.

Perbedaan penafsiran terhadap peraturan kontrak dan outsourcing terjadi di kalangan aparat pemerintah, pengusaha dan serikat buruh yang mengakibatkan terjadinya silang sengketa mengenai pelanggaran yang terjadi. Secara umum terdapat dua tafsir semua pihak terhadap peraturan hubungan kerja kontrak dan outsourcing. Tafsir pertama, tak ada masalah dalam UUnya tetapi persoalan muncul dalam pelaksanaan dan tafsir kedua, UU yang mengatur outsourcing masih perlu disempurnakan dengan mencantumkan mana pekerjaan inti dan pendukung serta menyertakan sanksi yang tegas dan menimbulkan efek jera bagi pelanggarnya. Selain perbedaan penafsiran terhadap peraturan, juga terdapat dua pendapat mengenai peraturan outsourcing. Pendapat pertama menyatakan bahwa legalisasi outsourcing hanya akan menjauhkan cita-cita pemerintah untuk memberantas kemiskinan karena peraturan ini justru menghilangkan jaminan pekerjaan bagi warga negara serta merupakan bentuk pengalihan resiko usaha dari pengusaha kepada buruh. Oleh karena itu outsourcing seharusnya dicabut dari UU 13/2003. Pendapat kedua menyatakan bahwa peraturan outsourcing diperlukan untuk melindungi buruh, menjadi insentif investasi dan menciptakan kesempatan kerja, sehingga oleh karena itu harus dipertahankan.

Pelanggaran peraturan mengenai pelaksanaan hubungan kerja kontrak dan outsourcing terjadi dalam berbagai bentuk. Dalam hubungan kerja kontrak, perpanjangan masa kontrak dilakukan lebih dari 2 kali dan dalam beberapa kasus kontrak diperpanjang hingga belasan kali, sementara UU 13/2003 ps 59:4 mengatur perjanjian kerja waktu tertentu - PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Mengenai outsourcing tenaga kerja, meskipun UU 13/2003 pasal 66:1 menyatakan bahwa Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, praktek yang umum adalah bahwa buruh outsourcing juga digunakan di bagian yang berkaitan langsung dengan proses produksi sebagai operator. Pelanggaran juga terjadi pada agen penyalur tenaga kerja yang beroperasi yang tidak hanya berbadan hukum PT dan Koperasi sebagaimana ditetapkan oleh Kepmen 101/2004 pasal 2(a), melainkan juga CV, yayasan dan lembaga pendidikan.

Berkaitan dengan penggunaan tenaga outsourcing, pelanggaran massal juga terjadi pada Kepmen 220/2004 pasal 6 : 2 dan 3 yang menetapkan bahwa (6:2). Perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanan pekerjaannya kepada perusahaan pemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan dan (6:3). Berdasarkan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) perusahaan pemberi pekerjaan menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang utama dan penunjang berdasarkan ketentuan ayat (1) serta melaporkan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Jarang sekali perusahaan yang melakukan outsourcing tenaga kerja membuat dan menyerahkan alur proses kerja dan melaporkannya pada disnakertrans setempat.
   
Perbedaan tafsir mengenai jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan mempekerjakan buruh outsourcing terjadi di antara perusahaan pengguna buruh outsourcing dan para buruh dan serikatnya. Perbedaan tafsir ini menimbulkan persengketaan mengenai apa yang disebut sebagai pelanggaran dan apa yang tidak.

Pihak perusahaan pengguna menafsirkan tidak terjadi pelanggaran terhadap ketentuan penjelasan pasal 66 UU 13/2003 karena ada kata ‘antara lain’ yang ditafsirkan hanya sebagai contoh jenis pekerjaan dan dengan demikian jenis pekerjaan lain selain usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh juga dapat dikerjakan oleh buruh outsourcing.

Pihak serikat buruh menafsirkan bahwa jenis pekerjaan yang boleh dilakukan oleh buruh outsourcing hanya usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Terhadap perbedaan penafsiran tersebut dan implikasi praktisnya, Disnakertrans mengambil sikap tidak mempermasalahkan tetapi menekankan pada tidak adanya perbedaan perlakuan dan hak antara buruh tetap, kontrak dan outsourcing di bagian manapun mereka dipekerjakan.

Terhadap berbagai pelanggaran terhadap peraturan hubungan kerja kontrak dan outsourcing tenaga kerja Disnakertrans secara umum bersikap longgar karena Disnakertrans berpendapat a) hampir semua perusahaan melakukan pelanggaran; b) jika bersikap terlalu tegas perusahaan akan lari dan c) tidak ada basis legal untuk menjalankan sanksi yang tegas.

b. Semakin lemahnya kompetensi, peran dan fungsi pengawasan oleh Disnakertrans di dalam kerangka otonomi daerah

Lemahnya pengawasan oleh aparat disnakertrans menjadi keluhan buruh, serikat dan pengusaha dan diakui sendiri oleh aparat dan instansi yang bersangkutan. Kelemahan pengawasan terjadi secara kuantitas dan kualitas. Perbandingan jumlah pengawas dengan jumlah perusahaan selalu sangat timpang dan sejak otonomi daerah pegawai pengawas juga direkrut dari dinas atau biro-biro lain di lingkungan pemerintah daerah misalnya dari Satpol Pamong Praja, mantri pasar, dinas peternakan, dinas pertamanan, inspektur dan sebagainya. Pengalokasian dana untuk pelatihan pegawai pengawas sering bukan menjadi prioritas anggaran daerah.

IMPLIKASI DARI KEBIJAKAN DAN PRAKTEK PASAR KERJA FLEKSIBEL:

•Bagi buruh: kesempatan bekerja pendek dan terbatas, tak ada kompensasi pada akhir hubungan kerja, kesejahteraan menurun, upah tidak pernah naik, tidak dapat berserikat.

•Bagi serikat buruh: kehilangan anggota, minat terhadap serikat buruh berkurang, posisi tawar semakin lemah, tidak berdaya mengatasi outsourcing, pelanggaran hak berserikat secara langsung maupun tidak langsung

•Bagi pengusaha: urusan ketenagakerjaan semakin praktis, biaya tenaga kerja jauh berkurang hingga 20%, biaya tinggi dalam jangka pendek tetapi rendah dalam jangka panjang: membayar management fee dan pesangon dalam rangka pengalihan hubungan kerja tetap menjadi kontrak tetapi tidak perlu memberikan kompensasi dan pensiun ketika hubungan kerja berakhir, mengurangi resiko kerugian karena fluktuasi bisnis

•Bagi pemerintah: terjadi pelanggaran massal terhadap peraturan dan UU mengenai outsourcing dan kebebasan berserikat; penurunan wibawa, kompetensi dan profesionalisme aparat disnaker, perluasan kesempatan kerja di sektor formal sulit tercapai, usaha pengurangan kemiskinan terancam

•Bagi pasar tenaga kerja: mengalami hambatan dari sisi pasokan tenaga kerja karena karena calon tenaga kerja harus membayar untuk bisa mendapatkan pekerjaan; perluasan kesempatan kerja di sektor formal semakin sempit karena preferensi terhadap kelompok usia tertentu; gejala informalisasi meluas karena kesempatan kerja di sektor formal yang semakin pendek dan terbatas.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Outsourcing adalah praktek dalam dunia bisnis yang muncul sejak akhir 80an dan menjadi strategi utama bisnis dalam iklim kompetisi yang semakin ketat. Didefinisikan sebagai sebuah proses mengalihdayakan atau memindahkan kegiatan usaha ke pihak ketiga, tujuan utama dan terutama melakukan outsourcing adalah untuk menghemat biaya produksi. Salah satu cara untuk menghemat biaya produksi adalah melalui efisiensi tenaga kerja. Diterjemahkan ke dalam ranah kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia sebagai bagian dari kebijakan Labour Market Flexibility atau Pasar Kerja Fleksibel yang berintikan keleluasaan merekrut dan memecat buruh sesuai dengan situasi usaha untuk menghindarkan kerugian, hubungan kerja kontrak dan outsourcing dilegalkan melalui UU 13/2003 dan keputusan/peraturan menteri.

Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing yang ditemukan dalam penelitian ini mencerminkan esensi atau cirri dasar dari praktek outsourcing yang lebih merugikan buruh dan menguntungkan perusahaan. Kondisi yang merugikan buruh semakin dimungkinkan karena (1) arah kebijakan pemerintah yang berorientasi pada investasi dan melonggarkan prinsip dan mekanisme melindungi buruh; (2) factor regulasi dalam bentuk UU dan peraturan yang dibuat bersifat sangat terbuka untuk keragaman tafsiran, (3) penegakan hukum yang amat lemah, (4) minimnya mutu dan jumlah aparat disnakertrans, (5) ketidakseimbangan posisi tawar antara serikat buruh dengan perusahaan dan (6) belum ditetapkannya jaminan sosial sebagai alat untuk melindungi buruh dalam kerangka kebijakan pasar kerja fleksibel.

REKOMENDASI (SARAN)

Dari hasil analisi kami, beberapa hal dapat di lakukan untuk menekan kebijakan outsourcing, antara lain:
•Menyusun peraturan-peraturan ketenagakerjaan di tingkat pusat dan daerah untuk perlindungan buruh kontrak dan outsourcing.

•Membuat peraturan dalam rumusan yang tegas dan satu makna.
•Mencantumkan sanksi dengan efek jera dalam peraturan tentang buruh kontrak dan outsourcing
•Membuat prioritas anggaran daerah untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme pegawai pengawas tenaga kerja.
•Melakukan konsolidasi kekuatan serikat buruh untuk memperkuat posisi tawarnya.
•Menerapkan sistem jaminan sosial sebagai wujud tanggungjawab negara terhadap warga negara
 

Agama Di Dalam Integrasi Bangsa

Di dunia ini pada dasarnya semua ajaran agama baik dan mengajak kepada kebaikan. Meskipun demikian terkadang masih terjadi perdebatan antara agama satu dengan gama lain, mengenai sebuagh kebenaran. Bahkan tidak sering karena perebutan akan sebuah kebenaran sering terjadi konflik yang mengatas namanakan agama, dan cenderung koflik tersebut bukanlah sebuah ajaran yang di ajarkan oleh agama.

Namun manusia yang memiliki dasar ingin berkuasa, ingin di anggap lebih, cenderung tidak memeperdulikan itu dan megagap semua itu masa bodoh. Menurut seorang sarjana ahli dalam sosiologi, agama Joachim Wach setidaknya terdapat dua pandangan terhadap kehadiran agama dalam suatu masyarakat, negatif dan positif. Pendapat  pertama mengatakan, ketikaa agama hadir dalam satu komunitas,  perpecahan tak dapat dielakkan. Dalam hal ini, agama dinilai sebagai faktor disintegrasi. Mengapa? Karena sering kali sesorang yang hooligan ataupun radikal lebih cenderung untuk melakukan berbagai cara untuk menunjukkan agamanya sebagai agama yang kuat dan unggul, hal ini yang menyebabkan sering terjadinya pertumpahan dara yang mengatas namankan agama.

Namun hal ini berbalik di sudut pandang berikutnya yang cenderung sangat bertolak belakang. Justru agama berperan se bagai faktor integrasi. Katakanlah ketika masyarakat hidup dalam suku-su ku dengan sentimen sukuisme yang tinggi, bahkan di sana berlaku hukum rimba, biasanya agama mampu ber peran memberikan ikatan baru yang lebih menyeluruh sehingga terkuburlah ke pingan-kepingan sentimen lama sum ber perpecahan tadi. Agama dengan sistem kepercayaan yang ba ku, bentuk ritual yang sakral, serta organisasi keagamaan dalam hubungan sosial mempunyai daya ikat yang amat kuat bagi integrasi masyarakat.

Teori di atas bagi bangsa Indonesia a matmudah dipahami. Sebelum Islam da tang, bentuk persatuan memang sudah ada dan terjalin kuat dibumi nusantara ini. Apa yang mengikat? Bisa ja¬di oleh emosionalitas keyakinan pada agama Hindu atau Buddha, atau bisa saja karena rasa sukuisme (ikatan agama dalam sosiologi kadang-kadang di se jajarkan dengan ikatan kesukuan, bah kan juga nasionalisme. Misalnya oleh Durkheim). Tetapi pada hal ter sebut kita bertanya, sejauh mana dan se berapa kuat rasa persatuan (in tegrasi) tadi terwujud? Tanpa mengu rangi rasa homat pada Hayamwuruk dan Gajah mada dari Majapahit dalam me rintis persatuan nusantara, ba¬gaimana pun juga kehadiran Islam di nu santara mempunyai andil yang a mat besar dalam menciptakan Negara Ke satuan Republik Indonesia, dari u jung Sumatera sampai ujung Timor.

Dalam sebuah study di negara Malaysia yang mempelajari bahasa melayu bahwa perkembangan bahasa melayu di nusantara sangat tergantung oleh perkembangan islam yang sangat luas di nusantara, dan pada akhirnya bahsa itu pun di rubah dan di sahkan menjadi sebuah bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia.selain itu bahasa melayu juga bahasa tanpa kasta, dalam artian lain bahsa demokratis, tidak mengenal kelas. Sa tu-satunya alternatif  yang tepat adalah berkomunikasi dengan bahasa Melayu. Jalinan antara sifat Islam yang demokratis, bahasa Melayu yang di gunakan, lalu disebarkan oleh para pe¬dagang yang merangkap sebagai juru dakwah, maka pada waktu yang relatif sing kat tersebarlah bahasa Melayu keseantero nusantara ini. Islam memperkuat penyebaran bahasa, bahasa mendorong ser tamemperkuat timbulnya persatuan nusantara, dan pada gilirannya lahirlah ke¬satuan nasional dengan Islam sebagai dasarnya, ditambah bahasa Melayu dan nasionalisme sebagai pilarnya.

Dengan demikian, mengikuti teori Joachim Wach, bagaimana pun juga ke hadiran dan eksistensi  Islam di Indonesia ini jelas merupakan faktor in tegrasi nasional yang amat besar, yang mam pu mengikis friksi-friksi sukuisme se belumnya. Sehingga dapat di katakana agama dan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan integrasi bagsa.
 

KOMISI PERLINUNGAN ANAK INDONESIA

Orang tua mana yang ingin anaknya berurusan dengan ranah hukum? Begitu pula dengan Anda. Pasti setidak mungkin Anda akan mengantisipasi terhadap hal ini dan menekankan pada anak-anak Anda sendiri. Namun tidak ada salahnya bila Anda membuka-buka makalah tentang hukum perlindungan anak untuk menambah wawasan Anda siapa tahu akan berguna suatu saat.

Dunia Anak dalam Pandangan Hukum
Perlindungan hukum terhadap anak memang sangat rentan. Kebanyakan masyarakat Indonesia berpikir bahwa anak dan permasalahannya adalah sebatas pada urusan keluarga.
Banyak pula makalah tentang hukum perlindungan anak yang dapat disinyalir sebagai pegangan umum bagi masyarakat luas. Baik sebatas sebagai pengetahuan biasa ataupun yang memang sedang membutuhkan penyelesaian permasalahannya secara hukum yang berlaku.
Anak baik yang masih di bawah umur maupun yang masih dalam pengawasan orang tuanya adalah juga warga Negara Indonesia. Anak termasuk warga Negara yang belum dewasa dan tidak memiliki kemampuan hukum; atau disebut dengan consent. Dan juga dianggap tidak mampu melakukan perbuatan hukum.

Itu makanya seorang anak yang memiliki masalah dengan hukum, tetap harus diselesaikan dengan melibatkan orang tua atau walinya. Bila orang tua atau wali tidak ada maka yang berhak mengatur adalah pendampingnya, dalam hal ini pendamping hukum.

Dasar Hukum Perlindungan bagi Anak
Di dalam makalah tentang hukum perlindungan anak biasanya disebutkan aturan-aturan dasar hukum yang biasa digunakan sebagai dasar hukum perlindungan bagi anak.

Namun yang biasa dijadikan sandaran bagi para pelaku hukum yakni, jaksa, hakim ataupun penuntut, juga orang tua atau wali hukum anak Anda, serta polisi dan masyarakat pada umumnya adalah undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Makalah tentang hukum perlindungan anak menyebutkan bahwa Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berisikan 14 bab 93 pasal serta bagian-bagian penjelasan umum tentang isi dari masing-masing pasal.

Proses Hukum bagi Anak
Apabila pada akhirnya Anda dengan terpaksa berurusan dengan badan hukum sehubungan dengan permasalahan hukum terhadap anak Anda, maka ada dua hal yang harus Anda ketahui.
Pertama adalah proses hukum yang berlaku pada anak Anda, dan kedua adalah sistem administrasi peradilan terhadap anak.

Anda harus memperhatikan dengan jeli kedua hal tersebut. Supaya setidaknya Anda memiliki pemahaman yang cukup dalam menghadapi masalah yang tidak semua orang menginginkannya. Apalagi bersangkutan dengan buah hati Anda yakni anak Anda sendiri.

Sistim administrasi peradilan anak di dalam makalah tentang hukum perlindungan anak meliputi beberapa tahap yakni tahap penyidikan kasus, tahap persidangan dan tahap pemidanaan (atau pemenjaraan bila memang diperlukan).

Sedang proses hukum yang berjalan pada anak adalah proses pemeriksaan, proses pendampingan, dan proses peradilan.

Dalam sistem administrasi, tahap penyidikan kasus harus didampingi oleh orang tua/wali/pendamping hukum karena sebagai warga Negara Indonesia anak berhak untuk didampingi dan tidak memiliki kemampuan hukum (Consent) untuk melakukan perbuatan hokum

Kemudian tahap persidangan serta  proses peradilan. Anak yang berkonflik hukum harus melalui tahap persidangan dan proses peradilan yang ramah. Para aparat hukum dalam pengadilan seperti jaksa, hakim dan penuntut sebaiknya tidak perlu menggunakan toga dan baju dinasnya. Supaya tidak menimbulkan dampak trauma psikologis terhadap anak. Tahap persidangan pun didampingi oleh seorang psikolog anak yang mampu dan memahami dunia komunikasi dengan anak.

Apabila harus dilakukan pemidanaan ataupun pemenjaraan anak, maka anak harus dihindari dari praktek kekerasan fisik terhadap mereka. Penjara wajib menjaga kesehatan sang anak, memikir pendidikan anak selama dalam masa penahanan (tidak boleh menghilangkan hak anak dalam memperoleh pendidikan).

Fakta Hukuman terhadap Anak
Anda harus memperhatikan satu hal. Bahwa, meskipun anak menjadi pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana, namun pada dasarnya anak adalah tetap dinyatakan sebagai korban.
Ini berhubungan dengan pendidikan sang anak yang didapatkan dari orang tua ataupun lingkungan keluarganya. Karena anak hanya melihat, merekam dan meniru apa yang dilihat dan diketahuinya dari lingkungan keluarga.
Jadi, pada dasarnya keluarga dan orang tua adalah titik awal dari munculnya kekerasan yang dilakukan oleh anak. Hal inilah yang mesti selalu Anda waspadai. Makalah tentang hukum perlindungan anak jarang mengangkat hal dan penyebab yang satu ini. Bahwa keluarga adalah pondasi dasar anak Anda bermasalah dengan hukum atau tidak.
Hal inilah Yang mendasari lahirnya komisi perlindungan anak Indonesia atau yang sering kita dengar dengan singakatan KPAI.




Apa Itu KPAI?
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Dasar pembentukan Lembaga Negara di Indonesia terbagi pada tiga macam, pertama, berdasarkan UU 1945, seperti; KPU, TNI, Polri, Kementrian dan lain-lain. Kedua, lembaga negara yang berdasarkan atas perintah Undang-Undang, seperti; KPAI, KY, KPPI, dan lain-lain. Ketiga, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan di bawah Undang-Undang. Lembaga negara yang berdasarkan perintah UU itu adalah lembaga Independen. Lembaga Independen sendiri merupakan lembaga yang berdiri sendiri tanpa campur tangan Pemerintah.
Adapun latar belakang dibentuknya Lembaga Independen adalah, adanya dinamika masyarakat untuk mewujudkan demokratisasi, akibat kurang kepercayaan masyarakat pada lembaga yang ada, serta adany semangat transparansi sebagai sarana terciptanya hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan masyarakat terutama masyarakat kecil dan menengah. Tugas Lembaga Independen ini adalah untuk mewujudkan dan meningkatkan pelayanan publik yang bebas dari campur tangan politik. Adanya lembaga untuk mengatur profesi-profesi, karena padat membuka lapangan pekerjaan baru.

Adapun lembaga yang bersifat independen yang terbentuk atas perintah Undang-Undang itu, salah satunya adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kemudian dengan ini kami jadikan tema dalam makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun didalamnya insya allah akan membahas tentang apa itu KPAI (pengertian), tugas, wewenang, dampak, keterkaitannya dengan lembaga lain, dan persoalan-persoalan yang menyangkut KPAI.


Sejarah Berdirinya KPAI
Pasti sudah tak asing lagi ditelinga kita ada orang yang mengatakan anak-anak adalah masa depan kita, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah. akan tetapi sekarang ini masih banyak orang yang melakukan kekerasan pada anak-anak malah tidak jarang orang tua kandungpun tak segan-segan memukul sampai membunuh anaknya sendiri, maka dari itu agar kehidupan anak-anak Indonesia dapat terjamin diperlukan adanya perlindungan untuk anak-anak dari kekerasan ataupun pemanfaatan orang lain caranya dengan membentuk sebuah badan perlindungan bagi anak anak.
Untuk melaksanakan perlindungan bagi anak-anak diatas presiden melalui Kepres No. 77 tahun 2003 dan pasal 74 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak membentuk KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) yang merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang bertugas untuk melindungi anak-anak bangsa dari segala tindakan yang merugikan mereka. Upaya ini terkait dengan adanya penindasan yang kadang dilakukan oleh orang dewasa atau teman-temannya bahkan oleh orang tuanya dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap anak, baik anak yang diasuh oleh orang tuanya apalagi anak yang terlantar, sehingga menyebabkan anak itu tersiksa, tersakiti, hingga luka parah.

Struktur Organisasi
Stuktur dari KPAI sendiri telah disebutkan dlam Kepres no. 77 tahun 2003 yang hanya terdiri dari 9 orang/ 9 komisioner yang disebutkan dalam pasal 75 sebagai berikut;

(1) Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota.

(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.

Susunan keanggotaan diatas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan masa jabatan 3 (tiga) tahun. Untuk Susunan keanggotaan komisi perlindungan anak indonesia (kpai) periode 2007 – 2010 adalah:
 Ketua : Hj. Masnah Sari, SH
 Wakil Ketua : Dra. Santi Diansari, SH dan Dra. Magdalena Sitorus
 Sekretaris : Drs. H. Hadi Supeno, M.Si
 Komisioner Bidang Hak Sipil dan Penanggungjawab Pokja Sosialisasi : Drs. H. Abdul Ghofur, M.Si
 Komisioner Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar dan Penanggung jawab Pokja Pengaduan : Ir. Satriyandayaningrum
 Komisioner Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif dan Penanggungjawab Pokja Data dan Informasi : Drs. Ferry D Johannes
 Komisioner Bidang Pendidikan dan Kebudayaan dan Penanggungjawab Pokja Penelaahan : Dra. Susilahati, M.Si
 Komisioner Bidang Perlindungan Khusus dan Penanggung jawab Pokja Pemantauan, pengawasan dan Evaluasi : Hj. Enny Rosidah Badawi, SH


Sedangkan untuk susunan keanggotaan KPAI periode 2010-2013 masih belum ada, karena masih dalam proses seleksi rencananya tak lama lagi akan terbentuk.

Tugas Pokok KPAI
Sebagai lembaga independen tentunya KPAI punya tugas-tugas pokok yang telah ditentukan. Dalam hal ini tugas pokok KPAI terdapat dalm UNdang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindumgan Anak pasal 76 yaitu:
a.    Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
b.    Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dalam www.kpai.go.id dijelaskan lebih lanjut tentang tugas pokok KPAI sendiri yaitu:
a. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak.
b. Menerima pengaduan dan memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap kasus-kasus pelanggaran hak anak kepada pihak-pihak yang berwenang.
c. Melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan kondisi pendukung lainnya baik di bidang sosial, ekonomi, budaya dan agama.
d. Menyampaikan dan memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak tertuama Presiden, DPR, Instansi pemerintah terkait ditingkat pusat dan daerah.
e. Mengumpulkan data dan informasi tentang masalah perlindungan anak.
f. Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tentang perlindungan anak termasuk laporan untuk Komita Hak Anak PBB (Committee on the Rights of the Child) di Geneva, Swiss.

Perbedaannya dengan Komnas Perlindungan anak
Terkadang masyrakat tidak mengenal KPAI yang justru dikenal masyrakat adalh KOMNAS PA karena itu kami akan menjelaskan perbedaan antara keduanya:
1. Dasar pembentukan KPAI ialah Keppres Nomor 77 tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sedangkan KOMNAS PA pembentukannya hanya disahkan dengan Surat Akta Notaris layaknya pembentukan LSM-LSM maupun yayasan sosial lainnya.
2. Meski keduanya merupakan lembaga yang melindungi anak-anak, KPAi merupakan lembaga yang bertanggung jawab pada presiden sedangkan KOMNAS PA tidak bertajggung jawab pada presiden karena KOMNAS PA merupakan lembaga independen yang terpisah dari pemerintahan yang biasa dosebut LSM.
3. Dalam hal dana, KPAI mendapatkannya dari dana APBN, tepatnya dari anggaran Departemen Sosial sama Kementrian Pemberdayaan Perempuan. Sedangkan KOMNAS PA yang merupakan LSM, sumber dananya nggak pasti. Tergantung sama pendonornya.
4. Dalam meneyelasikan kasusu KPAI selalu melakukan pwenyelidikan terlebih dahulu, mewawancarai pihak pelapor, berdiskusi dengan pihak terlapor, hingga menghimpun keterangan/informasi dari si anak. Setelah itu melakukan investigasi ketempat kejadian seperti, mendatang ke rumah pelapor maupun terlapor, mencari informasi dari saudaranya termasuk tetangga juga teman-teman pelapor, terlapor. Karena itu dalam menangai kasusu KPAI biasanya kurang lebih mencapai 3 bulan. Hal ini dilakukan guna kasus yang terjadi tidak masuk dalam pengadialan. Sedangkan proses penyelesaiaan kasus dalam KOMNAS PA melalui investigasi, wawancara, dan pendekatan, tapi juga monitoring setelah ditandatanganinya kesepakatan.

Apa Landasan Hukum KPAI?
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah disahkan dan diterbitkan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 22 bulan Oktober tahun 2002. Undang-undang ini dirumuskan dan terus didorong setelah negara Indonesia ikut meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) bersama negara-negara lain di dunia.

Sejarah Konvensi Hak-Hak Anak
Konvensi Hak-Hak Anak atau Convention on The Rights of Child, disingkat KHA atau CRC. Disahkan oleh PBB sejak tahun 1989 dan diratifikasi oleh seratus lima puluh negara. KHA merupakan sebuah perangkat perlindungan dan perkembangan anak yang disusun secara universal. Menjadi perangkat standar untuk semua negara. Dari 150 negara, kemudian bertambah menjadi 190 negara yang ikut meratifikasi KHA ini.
Convention on The Rights of Child, semula dirintis melalui perjuangan panjang seorang pendiri lembaga Save Childern, bernama Eglantyne Jebb. Kemudian dia bersama sukarelawan pejuang perlindungan anak merumuskan sebuah rancangan tentang “Deklarasi Hak-Hak Anak” pada tahun 1923.
Tahun 1924, Liga Bangsa-Bangsa mengadopsi isi deklarasi tersebut, yang saat itu dikenal dengan Geneva Decleration of the Right of the Child. Liga Bangsa-Bangsa mengadaptasi dan merumuskan kembali hak-hak anak. Maka lahirlah “Lima Prinsip Dasar Hak Anak”.
Setelah Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa mengadopsi deklarasi umum mengenai hak-hak asasi manusia, tahun 1948. Pada tahun 1959, PBB pun mengadopsi “Deklarasi Hak-Hak Anak”. Rumusan PBB melahirkan “Sepuluh Prinsip Dasar Hak Anak”, dan saat itu sudah dimasukan prinsip non-diskriminasi dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
Memasuki yahun 1979, PBB menetapkan sebuah deklarasi “Tahun Internasional bagi Anak”, atau International Year of Child. Pada tahun yang sama, komisi PBB yang khusus bergerak dan mencurahkan perhatian tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mulai melakukan kegiatan perumusan Konvensi Hak-Hak Anak. KHA berhasil diselesaikan dan diberlakukan pada tanggal 2 September tahun 1990.

Hukum Perlindungan Anak di Indonesia
Jauh sebelum terlahirnya Konvensi Hak Anak dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia telah memiliki dan menerbitkan sebuah undang-undang yang bersangkutan dengan anak. Yakni Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979.
Kelahiran Konvensi Hak Anak menjadi pembanding bagi UU Kesejahteraan Anak. Begitu banyak persoalan yang berkaitan dengan kepentingan terbaik anak di Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan berbagai bentuk dan kasus masalah perlindungan anak di negara kita.
Kesadaran dan kebutuhan pada aturan dan kebijakan pemerintah dirasakan oleh para aktifis sosial masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan anak. Perhatian mereka kemudian ditindaklanjuti bersama pemerintah untuk menyusun dan menerbitkan undang-undang sebagai payung hukum perlindungan anak di Indonesia.
Setelah pemerintah Indonesia menyepakati Konvensi Hak Anak dan dilanjutkan dengan ikut meratifikasinya. Kebijakan ini berdasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Kemudian dirumuskanlah undang-undang perlindungan anak, hingga diterbitkan dan disahkannya UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Walaupun UU Perlindungan Anak (UUPA) berdasarkan isi Konvensi Hak Anak hingga banyak kesamaan, khususnya demi kepentingan perlindungan anak. Tetapi UU Perlindungan Anak di Indonesia memiliki perbedaan. Perbedaan KHA dan UUPA adalah sebagai berikut:
Dalam Konvensi Hak Anak tidak termaktub pasal-pasal tentang kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh anak. UU Perlindungan Anak di Indonesia memandang bahwa selain dari penetapan dan pemenuhan hak-hak anak, anak-anak memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh anak.
Konvensi Hak Anak tidak sampai berbicara tentang sanksi-sanksi, denda, dan hukuman bagi para pelaku kekerasan pada anak. Sementara UU Perlindungan Anak merinci sanksi-sanksi bagi para pelaku tindak kekerasan pada anak dan para pelanggar hak anak.
Terdapat perbedaan definisi anak antara KHA dan UU Perlindungan Anak. Dalam UUPA, batas usia anak adalah di bawah delapan belas (18) tahun.

UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah disosialisasikan dan direalisasikan oleh pemerintah Indonesia. Serta bersama pihak-pihak yang memiliki perhatian dan kepedulian pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Semua perjuangan untuk kepentingan terbaik dan demi tumbuh kembang optimal anak-anak membutuhkan dukungan secara nyata. Dan dukungan yang terus menerus oleh semua pihak di masyarakat.
Anak-anak memerlukan kepedulian orang dewasa dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk memberikan perlindungan dan keberlangsungan hidup mereka.

DAFTAR PUSTAKA.
Fungsi dan Tugas KPAI dalam KPAI. Go.id.
http://www.kpai.go.id/tentang-kpai-mainmenu-26/tugas-a-fungsi-mainmenu-29/14-fungsi-a-tugas-kpai.html. 2010
Perbedaan antara Komisi perlindungan anak Indonesia dengan Komnas anak dari multiplai.com http://unimolly.multiply.com/journal/item/68. 2010
Komisi perlidungan anak Indonesia (KPAI) dalam Telkom.net
http://www.telkom.net/index.php?option=com_content&task=view&id=1908&Itemid=33
Gazali Solahuddin. 2010. “ORGANISASI PERLINDUNGAN ANAK” dalam Nakita panduan tumbuh kembang anak.
http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=09427&rubrik=teropong.