Tampilkan postingan dengan label TUGAS ASMEN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TUGAS ASMEN. Tampilkan semua postingan

ANALISIS FUNGSI MANAJEMEN ORGANISASI

BAB I
“ORGANISASI REMAJA MASJID”

A.Pengertian
    Remaja Masjid adalah sekumpulan remaja  dan pemuda yang beraktivitas di masjid ataupun musholla serta melakukan kegiatan yang berhubungan dengan agama.
    Remaja Masjid sebagai agen setrategis dalam pemberdayaan umat perlu dibekali keilmuan dan ketrampilan yang di butuhkan,misalnya para aktivis remaja masjid juga perlu menekuni pengetahuan jurnalistik dan kewirausahaan.Hal itu penting untuk menguatkan dakwah dan pemberdayaan umat.Dua pengetahuan itu dapat menjadi sarana dakwah,maupun peningkatan SDM Remaja masjid sehingga mampu mandiri.

B.Fungsi Organisasi Remaja Masjid
    Keberadaan Remaja Masjid sangat berpengaruh bagi kehidupan umat Islam di sekitar masjid tersebut karena Remaja Masjid berfungsi sebagai :
1.Pelopor Kegiatan Religi
    remaja masjid berperan meng-koordinasi kegiatan rohani masyarakat
2.Memajukan Kualitas Iman Masyarakat
    mengadakan kegiatan rohani yang dapat meningkatkan kualitas iman masyarakat sekitar
3.Sarana Dakwah dan syiar Islam  kepada masyarakat
    Mengajak masyarakat untuk selalu beriman dan bertakwa pada Allah SWT.


C.Struktur Organisasi Remaja Masjid
    Stuktur organisasi remaja masjid pada umumnya sama dengan organisasi lainnya yaitu adanya :
1.Penanggung Jawab
2.Pembina dan Penasehat
3.Ketua
4.Wakil Ketua
5.Sekretaris
6.Bendahara
7.Seksi-Seksi
8.Anggota
    Setiap pimpinan dan anggota mempunyai tugas dan wewenang masing-masing serta bertanggung jawab terhadap tugas masing-masing.
    Setiap anggota Remaja Masjid harus dapat memberi contoh yang baik  kepada masyarakat agar tercipta masyarakat yang beriman,adil,bijaksana,tanggung jawab akan tugas manusia yang sebenarnya.

BAB II
DATA  ORGANISASI
REMAJA MASJID “AL-KADZI”

A.Remaja Masjid “Al-Kadzi”
    Musholla  “Al-Kadzi” adalah salah satu tempat ibadah umat Muslim yang ada di Jl.Ploso V/20-B Surabaya.Dalam mengelola kegiatan religi masyarakat maka dibentuklah Remaja Masjid-Musholla yang bertujuan untuk membantu dan meningkatkan keimanana masyarakat.
    Kegiatan Remaja Masjid (Remas) di ikuti oleh para remaja dan pemuda  antara usia 13-25 tahun.Remaja dan pemuda yang mengikuti Organisasi Remaja Masjid ini harus benar-benar memiliki jiwa yang Islami agar dapat menjalankan syiar Islam kepada masyarakat dengan baik.   
    Sebab  dibentuknya organisasi Remaja Masjid “Al-Kadzi” adalah :
* karena kesadaran masyarakat akan nilai agama mulai luntur
* karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang agama masih kurang
    Tujuan dibentuknya Remaja Masjid “Al-Kadzi” adalah :
* menciptakan masyarakat yang bernilai agama
* mengembangkan agama Islam danmensejahterahkan kehidupan umat sesuai ajaran Islam
* mengingatkan masyarakat bahwa hidup di dunia hanya sementara
* untuk menciptakan masyarakat yang Islami,jujur,tanggung jawab,bermoral dan ber-akhlak mulia

B.Struktur Organisasi
    Dalam menyelesaikan dan melaksanakan kegiatan keagamaan,maka dibentuklah susunan organisasi yang terdiri dari :
     1. Penanggung Jawab            :  H.Sholeh
     2. Pembina dan Penasehat        :  Drs.H. Imam Abdurrahim
     3.Ketua                    :  Heri Krisyanto
     4.Wakil Ketua                :  Muh.Ismail
     5.Sekretaris I                :  Widya Kirania
     6.Sekretaris II                :  Denny Purnomo
     7.Bendahara  I                :  Dian Rizky
     8.Bendahara II                :  Lia Azari
     9.Seksi-Seksi:
    a.Sie Kerohanian Islam        :  Bagus Hadi
    b.Sie Perlengkapan        :  Ongky Dwi
    c.Sie Acara                 :  Novi Lestari dan Selfi
    d.Sie Dokumentasi        :  Ramadhani
    e.Seksi Pendanaan        :  Anita Indriani dan Ari Khusairi
    f. Sie Hubungan Masyarakat    : Heru Wahyudi dan Ayis Dewi
    Setiap pimpinan dan anggota  memiliki tugas dan tanggung jawab dalam memajukan organisasi.Mereka harus berprinsip dn berkomitmen pada tujuan yang telah ditetapkan.

C.Sistem Manajemen Organisasi
    Sistem manajemen yang dibuat oleh para anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi” adalah manajemen klasik karena mereka masih menggunakan cara manual dalam setiap penyusunan dan pelaksanaan kegiatan ke-agamaan di masyarakat.
    Sistem manajemen yang diatur dalam kegiatan Remaja Masjid “Al-Kadzi” diantaranya:

1. Manajemen Keuangan.
    Dalam mengatur keuangan setiap anggota harus membayar iuran sebesar Rp 10.000,- setiap minggu.Uang ini akan dikumpulkan ke Bendahara lalu oleh Bendahara uang tersebut disimpan di Bank BRI dan bila akan mengadakan kegiatan maka Bendahara tersebut harus mengambil uang tersebut di  Bank untuk digunakan sebagai dana kegiatan.
2. Manajemen Ke-anggotaan.
    Setiap anggota harus memiliki Kartu Identitas Anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi” dan setiap mengikuti  kegiatan Remaja Masjid,para anggota harus  memakai Kartu Identitas tersebut.

D.Program Kerja yang Disusun
    Program Kerja yang diadakan anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi” meliputi :
1.Kegiatan Harian
    * Mengadakan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) untuk dewasa dan anak-anak
    * Mengajak warga untuk sholat berjamaah
    * Mengadakan Pembelajaran Ilmu Tajwid
    * Penayangan film-film Islami
2.Kegiatan Mingguan
    * Kerja Bakti Masjid
    * Rapat Kegiatan Anggota
    * Mengadakan acara Sholawat Nabi
3.Kegiatan Bulanan
    * Mengadakan BAKSOS (Bakti Sosial) kepada warga sekitar yang kurang mampu
    * Mengadakan pengajian rutin bagi anggota dan warga sekitar
4.Kegiatan Tahunan
    * Mengadakan Wisata ke tempat Religi
    * Membuat seragam untuk anggota Remaja Masjid
5. Kegiatan Khusus
    * Mengadakan kegiatan Hari Besar Islam seperti Halal bi Halal pada waktu setelah Hari Raya Idul Fitri,Pengajian 1 Muharram atau Tahun Baru Islam,Takbir Keliling pada malam Idul Fitri dan Idul Adha,dsb
    * Para anggota  mengadakan kunjungan study Islami ke Masjid-masjid di daerah Surabaya dan luar kota.

BAB III
ANALISIS  FUNGSI MANAJEMEN
ORGANISASI REMAJA MASJID

    Berdasarkan data organisasi Remaja Masjid “Al-Kadzi” tersebut dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan kegiatan organisasi diperlukan fungsi  manajemen POAC (Planning,Organizing,Actuating/Leading, and Controlling) yang meliputi :

1. Planning (Perencanaan)
    Perencanaan merupakan salah satu bagian terpenting yang dibuat sebelum mengadakan kegiatan dalam organisasi.Perencanaan yang dilakukan oleh Remaja Masjid “Al-Kadzi” sudah tergolong baik karena para anggota benar-benar merencanakan kegiatan tersebut.Pembuatan planning(perencanaan) yang disusun dan  dibuat oleh anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi” dilakukan dengan sistematika dan sederhana.    
    Sebelum mengadakan Program Kerja yang telah ditentukan ,seluruh pimpinan dan  anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi” selalu mengadakan rapat anggota untuk membahas kegiatan yang akan di lakukan.Pada saat berlangsungnya rapat anggota,setiap anggota berhak mengeluarkan pendapatnya.Kemudian,Ketua Remaja Masjid mengambil keputusan dengan cara  melalui musyawarah dan votting.Setelah keputusan diambil,Sekretaris membuat proposal kegiatan untuk disetujui oleh Penanngung Jawab dan Pembina Remaja Masjid juga untuk meminta bantuan kepada donator.
    Pembuatan proposal berfungsi sebagai langkah perencanaan awal  untuk :
* memberikan gambaran sementara tentang kegiatan yang akan diadakan
* mengetahui tujuan diselenggarakan kegiatan
* mengetahui jumlah anggaran yang diperlukan
* mengetahui susunan kepanitiaan.
    Planning (perencanaan) yang dibuat oleh anggota Remaja Masjid-Musholla cukup mampu dijadikan sebagai langkah awal sebelum pelaksanaan kegiatan.Perencanaan kegiatan dilaksanakan 1 bulan sebelum kegiatan diselenggarakan.
    Perencanaan yang disusun sebelum diadakan  kegiatan meliputi :
a. Menentukan Jenis Kegiatan dan Nama Kegiatan
b. Menentukan Waktu dan Tempat Pelaksanaan
c. Menentukan Tamu Undangan dan Pembicara
d. Menentukan Dana Anggaran
e. Mengadakan Penggalangan Dana dari Donatur dan warga sekitar.


2. Organizing (Organisasi)
    Organisasi adalah sekelompok orang yang berkumpul dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.Di dalam suatu organisasi terdapat susunan anggota yang mempunyai tugas masing-masing.
    Susunan ke-anggotaan yang dibuat oleh Remaja Masjid sudah baik karena  pimpinan organisasi ini dipilih melalui pemilihan umum anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi”.
Setiap pimpinan dan mempunyai tugas dan tanggung jawab,diantaranya :
      a. Penanggung Jawab
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
* memberi dan melindungi  serta bertanggung jawab terhadap setiap pelaksanaan kegiatan

* bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan
* melaksanakan evaluasi kegiatan
       b. Pembina dan Penasehat
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*memberi masukan dan saran dalam membuat kegiatan
*memberi  nasihat jika terjadi salah faham antar anggota
*memberikan bimbingan terhadap kegiatan yang kurang lancar
        c. Ketua (Koordinator)
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*mengatur jalannya kegiatan
*menyampaikan laporan  pertanggung jawaban kegiatan kepada Penanggung Jawab
*mengkoordinasi anggota dalam membuat rencana dan untuk mencapai tujuan
       d.Wakil Ketua
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Membantu tugas Ketua
*Menggantikan tugas Ketua jika Ketua berhalangan hadir
       e. Sekretaris
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Mencatatat hasil rapat
*Membuat Proposal Kegiatan
*Memanajemen kegiatan
*Membuat Arsip Kegiatan yang telah diselenggarakan
*Membuat Undangan Kegiatan untuk Para Undangan
        f.Bendahara
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Mencatat pemasukan dan pengeluaran Organisasi
*Sebagai Penanggung jawab rekening keuangan organisasi
*Menyediakan Buku Kas untuk mencatat uang kas organisasi
         g. Sie Panitia
 g.1.  Sie Kerohanian Islam
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Membuat Kegiatan Rohani
*Mengkaji dan memberikan pengarahan tentang agama Islam
g.2. Sie Perlengakapan
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
* Menyediakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kegiatan
g.3. Sie Acara
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Membuat  susunan acara kegiatan yang akan dilakukan
*Menentukan waktu dan tempat kegiatan akan diadakan
g.4. Sie Dokumentasi
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Membuat dokumentasi kegiatan yang telah diselenggarakan
g.5. Sie Pendanaan
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
*Mencari dana dari donator dan warga sekitar
g.6. Sie Hubungan Masyarakat
    Tugas dan tanggung jawabnya adalah :
* Memberi informasi kepada masyarakat tentang  acara yang akan diadakan


3.Actuating/Leading
    Actuating atau Leading adalah proses penggerakan pelaksanaan tugas  masing-masing pimpinan dan anggota di dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan untuk menghindari kegiatan yang tumpah tindih.
    Penggerakan pelaksaan yang dilakukan cukup baik namun sebagian kegiatan tidak mendapat dukungan dari warga sekitar.
Oleh karena itu,para anggota Remaja Masjid “Al-Kadzi” selalu berusaha untuk mengajak  masyarakat agar bersedia mengikuti kegiatan yang diadakan Remaja Masjid begitu pula antar anggota Remaja Masjid mereka selalu member motivasi juga semangat dalam menjalankan syiar Islam sesuai tujuan yang telah disepakati.


4.Controlling (Pengawasan)
    Pengawasan dilakukan untuk mengendalikan kegiatan Remaja Masjid yang berlebihan.Pengawasan organisasi ini cukup baik karena pengawasannya langsung  dilakukan oleh Pembina Remaja Masjid “Al-Kadzi”  namun ada baiknya bila pengawasan  juga dilakukan oleh seluruh anggota agar setiap anggota sapat bertanggung jawab atas tugas masing=masing dan tujuan yang telah disepakati dapat tercapai

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
    Dari organisasi Remaja Masjid di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan suatu organisasi diperlukan manajemen yang berfungsi untuk mengatur,merencanakan kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama
    Dalam organisasi kita harus lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi serta dengan organisasi kita dapat belajar bekerjasama dengan orang lain,Kita dapat menghargai perbedaan yang ada antar anggota organisasi.
    Organisasi dapat berjalan dengan baik bila seluruh anggota dapat menerapkan dan menjalankan fungsi manajemen dengan baik.Fungsi manajemen itu terdiri dari
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing ( Organisasi)
3. Actuating/Landing (Penggerakan Anggota)
4. Controlling (Pengawasan)

Saran
 Setiap anggota Remaja Masjid juga harus bisa menjadi pemimpin bagi masyarakat
 Bagi pimpinan Remaja Masjid Jika mengambil keputusan,ambillah keputusan secara bijaksana tanpa membedakan anggota dan jabatan
 Jadilah manusia yang selalu bertaqwa pada Illahi Robby serta berakhlak mulia serta jauhilah akhlak yang tercela

DAFTAR  PUSTAKA

*,* Internet
  http://blog.re.co.id/fungsi-fungsi-manajemen.htm
  http://id.wikipedia,org/wiki/manajemen
 http://berjamaah.com/organisasi-remaja-masjid.html
 http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja-masjid

*,*  Buku Refrensi
 Handoko,Hani.1998.Manajemen.Yogyakarta.BPFE
 Buku Manajemen SMK Kelas X,XI,    dan XII

*,*  Catatan KuLiah
  Pengantar Manajemen-Fungsi Actuating ( Bp.Agus Prasetyawan dan Ibu Eva)

*,*  Narasumber
 Denny Purnomo : Sekretaris  Remaja Masjid “Al-Kadzi”
 Bp.Sudarno : Takmir Musholla “Al-Kadzi”
READMORE
 

ANALISIS KASUS KEMENPORA

BAB I
PERENCANAAN
Perencanaan
Pengertian Perencanaan
    Perencanaan adalah suatu suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang ataupun sekelompok orang dalam rangka melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan
Alasan Membuat Perencanaan
1.Menghindari terjadinya kesalahan dalam melakukan kegiatan
2.Untuk mengatur kegiatan
3.Untuk menghindari kegiatan yang kurang bermanfaat
4.Untuk menyusun kegiatan seseorang atau organisasi
Manfaat Perencanaan
    Dengan membuat Perencanaan berarti kita telah belajar me-menejemen waktu untuk melakukan suatu kegiatan disamping itu manfaat lain yang diperoleh dari kegiatan perencanaan antara lain .
*Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dg perubahan-perubahan lingkungan.
*Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama.
*Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
*Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat
*Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi
*Membantu mempercepat melaksanakan tugas
*Membuat orang belajar mrnghargai waktu
*Membuat orang bekerja secara tepat,cepat dan efisien
*Memudahkan organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan
*Mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh seseorang atau organisasi
*Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasional
*Memudahkan dlm berkoordinasi diantara barbagai bagian dalam organisasi
*Membuat tujuan lbh khusus, terperinci & mudah dipahami
*Meminimalkan pekerjaan yg tdk pasti
*Menghemat waktu, usaha & dana.
Periode Perencanaan :
    Rencana jangka pendek, harian – 1 th, biasa dilakukan oleh manajer lini pertama/ pemimpin kelompok satuan terkecil
    Rencana jangka menegah, bulanan – 3 th, biasa dilakukan oleh manajer level menengah
    Rencana jangka panjang, 2 – 5 th, biasa dilakukan oleh top manajer.

BAB II
KASUS SUAP KEMENPORA dan KEMENAKERTRANS

Pada dasarnya kasus yang terjadi di kalangan pejbat adalah “KORUPSI atau SUAP”
Untuk itu di bawah ini adalah ulasan singkat tentang “KORUPSI atau SUAP”
Pengertian Korupsi
    Korupsi  atau corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka
    Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1.perbuatan melawan hukum
2.penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3.memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4.merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
    Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
1.memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
2.penggelapan dalam jabatan;
3.pemerasan dalam jabatan;
4.ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
5.menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri penyelenggara negara).
    Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
    Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
    Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
    Untuk mengelabui hasil penyuapan, penerima sering kali menjadikan hasil suap itu sebagai harta kekayaan istri, anak, atau anggota keluarga yang lain. Bahkan, tak jarang harta hasil korupsi ini digunakan untuk amal kemanusiaan.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
    Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
*Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
*Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
*Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
*Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
*Lemahnya ketertiban hukum.
*Lemahnya profesi hukum.
*Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
*Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
    Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan Kolonial Belanda .
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan atau kesenjangan sosial.
c. Gaji yang rendah atau jauh dari yang diharapkan.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan atau birokrasi yang bertele-tele dan tidak to the point.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.
    Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna yang banyak dijadikan celah untuk melakukan tindakan korupsi.
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes serta bertele-tele.
c. Tradisi untuk menambah pendapatan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.
d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap sebagai sesuatu yang biasa, dan tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba-lomba  untuk melakukan tindakan korupsi.
e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap itu tidak dapat dihindarkan.
f. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya jadi kalau yang disuap hidupnya masih kekurangan itu sah-sah saja.
g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan perbuatan korupsi.
h. Urusan sekolah; buruknya nilai ujian seorang siswa membuatnya berkali-kali tinggal kelas, tidak lulus atau tidak diterima untuk masuk menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Pihak keluarga harus membayar sejumlah uang untuk menyelesaikan urusan ini, dengan cara memberikan uang pelicin yang tidak sedikit jumlahnya. Setelah itu dijamin naik kelas, lulus atau diterima masuk perguruan tinggi.
i. Urusan birokrasi; buruknya kinerja dalam sebuah institusi perusahaan atau pemerintah dalam menyediakan layanan secara cepat, murah dan efisien. Kalau mau cepat selesai dipersilahkan pakai jalur khusus (jalan tol), dengan cara memberikan uang pelicin yang sedikit hingga yang cukup lumayan besarnya.
j.Membuat dokumen palsu; contoh: kartu tanda penduduk, kartu keluarga, faktur pajak, dll.
    Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya perbuatan korupsi adalah sebagai berikut :
1. Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
2. Warisan pemerintahan Kolonial Belanda.
3. Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
Dampak Korupsi
1.Segi Demokrasi
    Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi
2.Ekonomi
    Rakyat semakin terpuruk karana uang yang seharusnya untuk rakyat justru mengalir ke saku pejabat koruptor atau dengan istilah yang miskin makin miskin dan yang kaya makin kaya.Kebutuhan yang semakin hari semakin banyak sehingga rakyat sulit memenuhi kebutuhan hidup.

A.KASUS KEMENAKERTRANS
“MASALAH TENAGA KERJA KERJA INDONESIA YANG DI ANIAYA”
Pengertian Tenaga Kerja
    Tenaga kerja adalah orang yang bekerja dalam suatu wilayah tertentu.Tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Luar Negeri merupakan devisa Negara sebab mereka bekerja selain untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka.Para tenaga kerja Indonesia juga memberikan tambahan dana bagi devisa Negara.
    TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006)  tetapi dalam kenyataannya, TKI menjadi ajang pungli bagi para pejabat dan agen terkait. Bahkan di Bandara Soekarno-Hatta, mereka disediakan terminal tersendiri (terminal III) yang terpisah dari terminal penumpang umum. Pemisahan ini beralasan untuk melindungi TKI tetapi juga menyuburkan pungli, termasuk pungutan liar yang resmi seperti punutan Rp.25.000,- berdasarkan Surat Menakertrans No 437.HK.33.2003, bagi TKI yang pulang melalui Terminal III wajib membayar uang jasa pelayanan Rp25.000. (saat ini pungutan ini sudah dilarang)
Alasan Penduduk Indonesia bekerja di Luar Negeri
Banyak orang tertarik bekerja di luar negeri dengan alas an :
1.Gaji bekerja di luar negeri lebih tinggi dibandingkan di Indonesia
2.Di Indonesia lapangan kerja kurang
3Untuk meningkatkan taraf hidup keluarga
4.Untuk menjadikan individu yang mandiri
5.Sebagai salah satu usaha untuk berusaha  memperjuangkan hidup
6.Kurangnya Sumber Daya Manusia sehingga sulit mendapatkan kerja di Indonesia
Beberapa Kasus TKI di Luar Negeri
1.Ceriyati
    Ceriyati adalah seorang TKW di Malaysia yang mencoba kabur dari apartemen majikannya. Ceriyati berusaha turun dari lantai 15 apartemen majikannya karena tidak tahan terhadap siksaan yang dilakukan kepadanya. Dalam usahanya untuk turun Ceriyati menggunakan tali yang dibuatnya sendiri dari rangkaian kain. Usahanya untuk turun kurang berhasil karena dia berhenti pada lantai 6 dan akhirnya harus ditolong petugas Pemadam Kebakaran setempat. Tetapi kisahnya dan juga gambarnya (terjebak di lantai 6 gedung bertingkat) menjadi headline surat kabar Indonesia serta Malaysia, dan segera menyadarkan pemerintah kedua negara adanya pengaturan yang salah dalam pengelolaan TKI.
2.Ruyati
    Ruyati adalah seorang TKW asal Bekasi, Jawa Barat di Arab Saudi yang membunuh majikannya. Dia berusaha membunuh ibu majikannya yang bernama Khairiyah Hamid yang berusia 64 tahun karena merasa tidak tahan dengan kekejamannya. Pembunuhan itu dilakukan dengan cara membacok kepala korban beberapa kali dengan pisau jagal dan kemudian dilanjutkan dengan menusuk leher korban dengan pisau dapur. Lalu, Ruyati melaporkannya ke KJRI di Jeddah.Pada 18 Juni 2011, Ruyati tewas dihukum pancung di Arab Saudi akibat perbuatannya itu. Keluarganya tetap meminta jenazah Ruyati untuk dipulangkan dan dimakamkan oleh pihak keluarga. Bahkan, pihak keluarga bertekad akan mengirimkan surat permohonan bantuan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dapat memulangkan jenazah. Sementara itu, suasana di rumah duka terus didatangi para pelayat dari kerabat dan warga sekitar. Mereka prihatin dengan peristiwa yang dialami Ruyati.
    Kedutaan Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur, belum bisa memastikan pemulangan jenazah Ruyati ke Tanah Air. Ia mengemukakan itu menjawab pertanyaan anggota dewan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, Kamis (23/6). Terkait keyakinan pemulangan jenazah Ruyati, berdasarkan sejarah selama ini korban pemancungan tidak ada yang pernah bisa kembali ke tanah airnya. Meski demikian, pihaknya terus melakukan upaya agar jenazah Ruyati, TKI yang dijatuhi hukuman pancung di Arab Saudi, bisa dikembalikan ke Tanah Air dan diserahkan kepada keluarga
3.Darsem
    Darsem adalah Seorang TKW asal Subang, Jawa Barat di Arab Saudi yang membunuh majikannya. Dia terancam hukuman mati karena membunuh. Hukuman ini dapat diperingan dengan membayar diyat atau tebusan senilai Rp4,7 miliar. Rupanya, Darsem belum sepenuhnya bebas dari hukuman secara maksimal meski telah membayar tebusan.
    "Uang itu hanya untuk membebaskan Darsem dari hukum pancung," kata Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur saat melakukan rapat dengan pendapat dengan Komisi I Bidang Luar Negeri di Jakarta, Kamis 23 Juni 2011.
    Menurut Gatot, setelah uang tebusan itu dibayarkan, pemerintah Arab Saudi akan menanyakan kepada keluarga korban dan masyarakat. "Apakah terganggu dengan pembunuhan yang dilakukannya," urai Gatot.
    Jika keluarga dan masyarakat menyatakan terganggu dengan perbuatan Darsem, maka Darsem terancam hukuman 6 atau 10 tahun penjara. Saat ini Darsem sedang memasuki sidang umum
4.Pungutan Liar di KBRI/KJRI Malaysia
    Para warga negara Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian dimana kebanyakan dari mereka adalah TKI yang bekerja di Malaysia, dibebani tarif pungutan liar. Modusnya adalah terbitnya SK/Surat Keputusan ganda, untuk SK pungutan tinggi ditunjukan sewaktu memungut biaya, sedangkan SK pungutan rendah digunakan sewaktu menyetor uang pungutan kepada negara. Pungli ini berawal dari PPATK yang mencium aliran dana tidak wajar dari para pegawai negeri di Konjen Penang pada Oktober 2005, dikemudian hari terungkap, pungutan serupa juga terjadi di KBRI Kuala Lumpur. Pungli ini menyeret para pejabat ke meja hijau, termasuk mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hadi A Wayarabi,Erick Hikmat Setiawan (kepala KJRI Penang) dan M Khusnul Yakin Payapo (Kepala Subbidang Imigrasi Konjen RIPenang.Erick Hikmat Setiawan divonis 20 bulan penjara.
    Pungutan ini biasanya digunakan oleh para pejabat untuk saku pribadi dengan alasan sebagai dana fasilitas dan perlindungan tenaga kerja padahal kenyataannya tidak begitu
5.Pemotongan Gaji Ilegal
    Hampir semua TKI atau buruh migran Indonesia mengalami potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI dari para TKI yang dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan. Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI adalah bentuk perbudakan yang paling aktual di Indonesia
Penyebab Terjadinya Kasus Tenaga Kerja
Faktor yang menyebabkan adanya kasus :
1.Factor Internal : penyebab kasus yang berasal dari dalam,,contohnya kurangnya Sumber Daya Manusia dan pengetahuan tenaga kerja sehingga mereka mudah dipengaruhi
2.Kurangnya fasilitas dan jaminan kerja bagi TKI sehingga para majikan di luar negeri dengan sewenang” melakukan penganiayaan pada tenaga kerja

B.KASUS KEMENPORA
“Kasus PSSI(Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia)”
*Kesalahan dan Dosa Nurdin Halid Selama Menjabat Ketua PSSI*

    Sejak tahun 2004 lalu, Nurdin Halid akrab dengan masalah hukum. Masuk bui, keluar bui, bukanlah hal yang aneh baginya.
Pada 16 Juli 2004, ketua umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) periode 2004-2009 ini ditahan sebagai tersangka kasus penyelundupan gula impor ilegal 73 ribu ton. Nurdin kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng Koperasi Distribusi Indonesia (KDI).
    Hampir setahun kemudian (16/6/05), dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa tidak terima dan mengajukan kasasi ke MA. Baru pada 13 Agustus 2007, MA menyatakan Nurdin bersalah dan divonis 2 tahun penjara.
    Nurdin kemudian dituntut 10 tahun penjara dalam kasus gula impor ilegal 56 ton dengan kerugian negara Rp 3,4 miliar pada September 2005. Namun dakwaan ditolak majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara pada 15 Desember 2005 karena BAP perkaranya dinilai cacat hukum.
    Selain kasus tersebut, Nurdin juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara 2 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005. Dia pun mendekam di Rutan Salemba.
Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia (sumber detik.com)
    Dalam dunia sepakbola, ini daftar 10 dosa Nurdin Halid seperti dilansir laman forum diskusi kaskus :
1. Menggunakan politik uang saat bersaing menjadi Ketua Umum PSSI pada November 2003 dengan Soemaryoto dan Jacob Nuwawea.
2. Mengubah format kompetisi dari satu wilayah menjadi dua wilayah dengan memberikan promosi gratis kepada 10 tim yakni Persegi Gianyar, Persiba Balikpapan, Persmin Minahasa, Persekabpas Pasuruan, Persema Malang, Persijap Jepara, Petrokimia Putra Gresik, PSPS Pekanbaru, Pelita Jaya, dan Deltras Sidoarjo.
3. Terindikasi jual beli trofi sejak musim 2003 lantaran juara yang tampil punya kepentingan politik karena ketua atau manajer klub yang bersangkutan akan bertarung di Pilkada. Persik Kediri (2003), Persebaya Surabaya (2004), Persipura Jayapura (2006), Persik Kediri (2006), Sriwijaya FC Palembang (2007), Persipura Jayapura (2008/2009).
4. Jebloknya prestasi timnas. Tiga kali gagal ke semifinal SEA Games yakni tahun 2003, 2007, dan 2009. Tahun 2005 lolos ke semifinal, tapi PSSI ketika itu dipimpin Pjs Agusman Effendi (karena Nurdindi penjara). Terakhir 2010 mengajak timnas pelesiran politik sehingga tak bisa konsentrasi dalam final piala AFF 2010.
5. Membohongi FIFA dengan menggelar Munaslub di Makassar pada tahun 2008 untuk memperpanjang masa jabatannya.
6. Tak jelasnya laporan keuangan terutama dana Goal Project dari FIFA yang diberikan setiap tahunnya.
7. Banyak terjadi suap dan makelar pertandingan. Bahkan, banyak yang melibatkan petinggi PSSI lainnya seperti Kaharudinsyah dan Togar Manahan Nero.
8. Tak punya kekuatan untuk melobi pihak kepolisian sehingga sejumlah pertandingan sering tidak mendapatkan izin atau digelar tanpa penonton.
9. Satu-satunya Ketua Umum PSSI dalam sejarah yang memimpin organisasi dari balik jeruji besi.
10. Terlalu banyak intervensi terhadap keputusan-keputusan Komdis sebagai alat lobi untuk kepentingan pribadi dan menjaga posisinya sebagai Ketua Umum.
Lalu apa kata nurdin untuk semua ini dikutip dari bolanews
    Teriakan Nurdin turun, kembali mengumandang di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (29/12). Suporter melantunkan tuntutan itu, di tengah laga final Piala AFF 2010, Indonesia kontra Malaysia.
    Merespon aksi itu, Ketua Umum Nurdin Halid, sang empunya nama tak mengubrisnya. Menurutnya, teriakan itu merupakan bagian dari politisasi organisasi. Dirinya mengaku, tak akan mundur karena tekanan dan di tengah permasalahan yang sedang melanda sepak bola Indoensia.
    Alasan suporter meneriakan tuntutan itu bukan tanpa sebab. Disinyalir, kegagalan demi kegagalan selama Nurdin memimpin tujuh tahun belakangan menjadi penyebab utamanya.
    Dalam catatan, Timnas Indonesia hanya sekali menang kejuaraan Piala Kemerdekaan, selama Nurdin menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.

BAB III
ANALISA KASUS dan HUBUNGAN KASUS dengan PERENCANAAN

A.Analisis Kasus
    Berdasarkan data kasus di atas dapat di analisa bahwa dalam pemerintahan Indonesia terjadi keganjalan-keganjalan antar para pejabat Negara,mereka menutupi semua peristiwa dan tindakan yang mereka lakukan salah satunya adalah KORUPSI dan PENGANIAYAAN TKI.Saat ini kasus korupsi seolah menjadi trend di kalangan pemerintah Indonesia.Mereka lupa akan tugas mereka sebagai wakil rakyat, mereka telah menyalahgunakankepercayaan yang telah diberikan pada mereka.
    Indonesia sebagai Negara Hukum harusnya bisa memberikan perlindungan hukum yang adil bagi rakyatnya namun hal ini terbalik karena hukum yang sekarang berbeda.Hukum  di Indonesia sekarang lebih mengutamakan kepentingan pribadi masing-masing kelompok individu.Hal ini terlihat dari perlakuan hukum yang dihadapi para koruptor lebih istimewa dibandingkan dengan penjahat ataupun pembunuh padahal semua kejahatan sama-sama haram hukumnya.Korupsi merupakan kegiatan memperkaya diri sendiri dengan cara mengambil hak atau uang orang lain dan merupakan perbuatan terlaknat.
    Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus diatas adalah :
1.Kasus KEMENPORA :
    *Menteri Keuangan
    *Mantan Bendahara Partai  Demokrat : Nazarudin
    *Angelina Sondakh
    *dan pejabat lainnya


2. KASUS KEMENAKERTRANS
    *Muhaimin Iskandar : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
    *Penyelenggara Tenga Kerja Indonesia
    *dan pejabat Negara lainnya
    Kasus Korupsi dan penganiayaan TKI merupakan sederet kasus yang sedang menimpa di Indonesia.Penganiayaan TKI merupakan salah satu dampak akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam menangani masalah tenaga kerja dan lapangan kerja yang kurang,sehingga bagi yang kurang mampu lebih memilih bekerja dengan harapa taraf hidup meningkat dengan gaji atauupah yang besar.Padahal bekerja di luar negeri banyak resikonya.
    Resiko tersebut meliputi:
1.Terjadinya kecelakaan kerja dan tindak kekerasan
2.Kurangnya pengetahuan para tenaga kerja karena rata-rata para TKI yang bekerja di luar negeri kurang memiliki pengetahuan dan SDM yang kurang tinggi
3.Tindak penganiayaan atau kekerasan kerja juga dapat berakibat pada kesehatan fisik dan mental seperti trauma,stress,luka tubuh,dll


B.Hubungan Kasus dengan Perencanaan dalam Manjemen
    Melihat kasus di atas dapat diketahui bahwa dalam suatu kasus juga terdapat perencanaan.Perencanaan disini dapat diartikan sebagai langkah dan proses dalam menyelesaikan kasus tersebut.Perencanaan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
    Perencanaan menghadapi suatu kasus dapat dilakukan melalui berbagai tahap,diantaranya:
1.Menentukan tujuan Perencanaan
    Yaitu menentukan tujuan yang akan dicapai dari perencanaan
2.Menganalisa terjadinya kasus tersebut
    Yaitu menyelidiki dan mengalisis  sebab-sebab terjadinya kasus serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya
3.Identifikasi Masalah atau Kasus
    Yaitu mendata kasus,jenis kasus,serta kronologi terjadinya kasus tersebut
4.Pembuatan Keputusan
    Pembuatan Keputusan dilakukan untuk menentukan jalan keluar atau langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus.Pembuatan Keputusan dapat dilakukan dengan cara Musyawarah,Sidang,Votting,dll
5.Melaksanakan Keputusan
    Yaitu melaksanakan keputusan yang telah disetujui bersama
    Berdasarkan tahap perencanaan diatas diketahui bahwa cara menyelesaikan kasus korupsi tersebut dapat dilakukan dengan cara :
1.Membuat dan mengesahkan UU tentang TIPIKOR
2. untuk mengurangi kasus suap dan tindak korupsi lainnya, UU perlindungan saksi dan UU pembuktian terbalik harus segara diwujudkan. . Kedua aturan ini diperlukan karena selama ini mereka yang mengungkap adanya korupsi justru dijerat hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik. Namun, mereka yang dituduh korupsi justru bebas dan tindak korupsinya tak tersentuh hukum.
3. pemberantasan korupsi di lembaga peradilan dan lembaga politik. Seberat apa pun sanksi hukum dan ketatnya aturan suap serta tindak korupsi lainnya tidak akan pernah menyelesaikan masalah jika tidak menyentuh korupsi di lembaga peradilan dan lembaga politik.
4. pemberantasan suap dan korupsi melalui jalur struktural saja tak cukup. Pencegahan melalui jalur kultural perlu digalakkan meski hasilnya baru dapat diperoleh dalam jangka waktu lama. Jalur paling cepat mengatasi korupsi adalah melalui jalur struktural. Namun, perlu dicari terobosan agar pemberantasan korupsi di jalur ini mampu menghasilkan penegakan hukum yang kuat.
5. Cara China dalam memberantas korupsi dinilai sulit diterapkan di Indonesia, terutama dengan pro-kontra hukuman mati bagi koruptor. Namun, tanpa cara ini, upaya meminimalkan korupsi akan sulit dicapai dalam waktu cepat.

    *Cara menangani kasus TKI dengan cara :
1.Menyediakan lapangan kerja bagi pengangguran
2.Memberikan modal untuk UKM (Usaha Kecil dan Menengah)
3.Mengadakan pelatihan kerja untuk lulusan pendididkan dan masyarakat untuk dapat berkarya dan berkreasi
4.Membuat UU tentang perlindungan Tenaga Kerja Indonesia agar mereka terlindungi dan keselamatan kerja terjamin

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu masalah pasti ada jalan keluarnya.Jalan keluar tersebut harus melalui proses Perencanaan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan.Masalah yang sedang menimpa Indonesia tidak lain akibat dari lemahnya hukum di Indonesia sehingga para koruptor atau penjahat dengan mudah melakukan aksinya.Aksi mereka dapat merugikan rakyat dan dampak pada psikologi seseorang.
    Dari sini kita dapat belajar bagaimana cara menyelesaikan masalah secara tepat tanpa merugikan pihak yang kurang setuju.Dan dari sini pula marilah kita bersama-sama memberantas dan mencegah  tindak kejahatan di sekitar kita.

Saran
*Berfikirlah akibat dari perbuatan yang akan Anda lakukan
*Jika membuat suatu keputusan,musyawarahkan dulu dengan kelompok Anda
*Hadapi masalah dengan kesabaran,keikhlasan serta do’a untuk menemukan jalan keluarnya
READMORE
 

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Dewan Perwakilan Daerah
Dewan Perwakilan Daerah anggotanya dipilih melalui pemilu dari setiap provinsi. Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama (misalnya 4 orang) dan total seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. DPD bersidan sedikitnya 1 kali dalam 1 tahun. DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR. RUU tersebut harus berlingkup pada otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya daerah, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut serta dengan DPR membahas RUU yang sudah disebut di atas. Selain itu, DPD juga dapat memberi pertimbangan kepada DPR seputar RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta RUU yang berkaitan dengan masalah pajak, pendidikan, dan agama. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang sehubungan dengan hal telah disebut. Hasil dari pengawasan tersebut disampaikan kepada DPR sebagai bahan untuk ditindaklanjuti. DPD tadinya dimaksudkan selaku Kamar Kedua (bikameral) Indonesia. Namun, itu harus memenuhi ketentuan bikameralisme, yaitu jika kedua kamar sama-sama menjalankan fungsi legislatif. DPD sama sekali tidak punya kekuasaan legislatif. Pasal 22D UUD 1945 menyiratkan tidak ada satupun kekuasaan DPD untuk membuat UU, meskipun berhubungan dengan masalah daerah. Selain itu, persyaratan menjadi anggota DPD terkesan lebih berat ketimbang menjadi anggota DPR. Misalnya, total seluruh anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 anggota DPR. Selain itu, jumlah mereka haruslah sama di tiap provinsi tanpa memandang besar kecilnya jumlah penduduk di provinsi tersebut. Bandingkan dengan kuosien anggota DPR yang kursinya diproporsikan menurut jumlah penduduk. Makin besar jumlah penduduk, makin besar pula kursi perwakilannya. Sehubungan beratnya syarat anggota DPD ini, contoh dapat diambil di Jawa Timur. Total anggota DPD dari provinsi tersebut adalah 4 orang. Satu kursi DPD sebab itu membutuhkan suara 5.500.000 pemilih. Sementara untuk anggota DPR, Cuma membutuhkan angka 550.000. Maswardi Rauf menyatakan, posisi DPD sekadar selaku partner DPR. DPD yang dipilih langsung oleh rakyat seperti DPR, ternyata tidak memiliki kewenangan yang sama seperti DPR. Ketentuan konstitusi ini akibat munculnya beberapa pandangan. Pertama, anggota DPR sesunggunya telah mencerminkan kepentingan daerah-daerah yang ada di Indonesia. Kedua, kecilnya peran DPD akibat muncul kekhawatiran terjadinya konflik antara DPR dengan DPD dalam proses pembuatan UU yang sulit dicari jalan keluarnya nanti.
READMORE
 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political representative). Jimly Asshiddiqie menyebut, fungsi legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.

Dalam skema sistem politik David Easton, DPR bekedudukan hampir di setiap lini: Dalam lini Input, DPR merespon kepentingan masyarakat melakukan mekanisme pengaduan harian; Di lini konversi, DPR bersama pemerintah bernegosiasi bagaimana kepentingan masyarakat diakomodir; dan di lini Output, DPR mengeluarkan Undang-undang yang merupakan kebijakan negara yang harus dijalankan lembaga kepresidenan.

Lebih lanjut, Almond telah merinci aneka fungsi yang dimaksud skema sistem politik Easton. Dalam konteks pemikiran Almond, maka DPR adalah struktur yang menjalankan fungsi-fungsi Input (agregasi kepentingan, komunikasi politik) dan fungsi output yaitu Legislasi.

Dalam kekuasaannya sebagai legislator, DPR berhadapan dengan Presiden dan DPD. Harus ada kerjasama harmonis antara ketiga institusi ini, kendati kekuasaan legislatif tetap ada di tangan DPR.

Hubungan DPR dengan Presiden. Berdasar Pasal 20 UUD 1945, DPR dipahami sebagai lembaga legislasi atau legislator, bukan Presiden atau DPR. Dalam konteks pembuatan undang-undang oleh DPR ini, UUD 45 menggariskan hal-hal sebagai berikut :
•    DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif, bukan Presiden atau DPD
•    Presiden adalah lembaga yang mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah mendapat persetujuan besama dalam rapat paripurna DPR resmi menjadi Undang-undang.
•    Rancangan Undang-undang yang telah resmi sah menjadi Undang-undang wajib diundangkan sebagaimana mestinya.
•    Setiap rancangan undang-undang dibahas agar diperoleh persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam persidangan DPR.
•    Jika RUU adalah inisiatif DPR, maka DPR sebagai institusi akan berhadapan dengan Presiden sebagai kesatuan institusi yang dapat menolak inisiatif DPR itu (seluruhnya atau sebagian). RUU itu tidak boleh lagi diajukan DPR dalam tahun sidang yang sama. Di sini, posisi DPR dan Presiden berimbang.
•    Jika RUU inisiatif Presiden, maka DPR juga berhak menerima ataupun menolak (sebagian atau seluruhnya). DPR dapat melakukan voting untuk menerima atau menolak RUU yang diajukan Presiden itu.
•    Jika suatu RUU telah disetujui dalam rapat paripurna DPR dan disahkan dalam rapat DPR tersebut, maka secara substantif ataupun materiil RUU tersebut sah sebaga UU. Namun, pengesahan DPR itu belum mengikat secara umum karena belum disahkan oleh Presiden serta diundangkan sebagaimana mestinya. Meski Presiden sudah tidak dapat lagi mengubah materinya atau tidak menyetujuinya, tetapi sebagai UU ia sudah sah.
•    Suatu RUU yang disahkan DPR sebagai UU baru bisa berlaku umum mempertimbangkan kondisi berikut : (a) Faktor pengesahan oleh Presiden dengan cara menandatangani naskah Undang-undang itu; (b) Faktor tenggang waktu 30 hari sejak pengambilan keputusan atas rancangan UU tersebut dalam rapat paripurna DPR (pengesahan materil oleh DPR, pengesahan formil oleh Presiden).


Fungsi-fungsi DPR. DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden.

Hak DPR sebagai Lembaga. Untuk melaksakan fungsi-fungsinya, DPR memiliki serangkaian hak. Hak-hak tersebut dibedakan menjadi Hak DPR selaku Lembaga dan Hak DPR selaku Perseorangan. Hak-hak DPR selaku Lembaga meliputi hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

Hak Interpelasi DPR ini diatur dalam UU No.22 tahun 2003, yaitu hak DPR sebagai lembaga, untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hak Angket adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk mengajukan usul menyatakan pendapat mengenai :
1.    kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional;
2.    tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
3.    dugaan bahwa Presiden dan atau Wapres melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wapres.

Hak Anggota DPR. Selain itu, Hak-hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan RUU; (2) Hak Mengajukan Pertanyaan; (3) Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat; (4) Hak Memilih dan Dipilih; (5) Hak Membela Diri; (6) Hak Imunitas; (7) Hak Protokoler; dan, (8) Hak Keuangan dan Administratif. Keterangannya adalah sebagai berikut :
1.    Hak Mengajukan Rancangan Undang-undang adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-undang.
2.    Hak Mengajukan Pertanyaan adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada Presiden yang disusun baik secara lisan/tulisan, singkat, jelas, dan disampaikan kepada pimpinan DPR.
3.    Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat adalah hak setiap anggota DPR untuk menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
4.    Hak Memilih dan Dipilih adalah hak setiap anggota DPR untuk menduduki jabata tertentu pada alat kelengkapan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5.    Hak Membela Diri adalah hak setiap anggota DPR untuk melakukan pembelaan diri dan atau memberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR atas tuduhan pelanggaran Kode Etik atas dirinya.
6.    Hak Imunitas adalah hak setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib DPR dan Kode Etik anggota dewan.
7.    Hak Protokoler adalah hak setiap anggota DPR bersama Pimpinan DPR sesuai ketentuan perundang-undangan.
8.    Hak Keuangan dan Administratif adalah hak setiap anggota DPR untuk beroleh pendapatan, perumahan, kendaraan, dan fasilitas lain yang mendukung pekerjaan selaku wakil rakyat.

Kewajiban Anggota DPR. Selain punya hak, anggota DPR juga punya serangkaian kewajiban yang harus ia penuhi selama masa jabatannya (5 tahun). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
1.    mengamalkan Pancasila;
2.    melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
3.    melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
4.    mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
5.    memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
6.    menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
7.    mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dangolongan;
8.    memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
9.    menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR; dan
10.    menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait

Fraksi DPR. Fraksi adalah pengelompokan Anggota berdasarkan konfigurasi partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi, bersifat mandiri, dan dibentuk dalam rangka optimalisasi dan keefektifan pelaksanaan tugas, wewenang, serta hak dan kewajiban DPR.

Fraksi mempunyai jumlah anggota sekurang-kurangnya 13 orang. Fraksi dibentuk oleh anggota partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan anggota dari 2 atau lebih partai politik hasil Pemilihan Umum yang memperoleh kurang dari 13 orang atau bergabung dengan Fraksi lain. Setiap Anggota harus menjadi anggota salah satu Fraksi. Pimpinan Fraksi ditetapkan oleh anggota Fraksinya masing-masing.

Fraksi bertugas mengkoordinasikan kegiatan anggota dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR. Fraksi bertugas meningkatkan kemampuan, disiplin, keefektifan, dan efisiensi kerja anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan DPR. DPR menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.

Alat Kelengkapan DPR. Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR terdiri dari: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.

1. Pimpinan DPR RI

Pimpinan DPR merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif, terdiri atas satu orang Ketua dan 3 orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Paripurna.

Calon Ketua dan Wakil Ketua diusulkan kepada Pimpinan Sementara secara tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon Pimpinan yang terdiri atas 1 orang calon Ketua dan 3 orang calon Wakil Ketua dari Fraksi yang berbeda untuk di tetapkan sebagai paket calon dalam Rapat Paripurna.

Pimpinan DPR dipilih dari dan oleh Anggota. Calon Ketua dan Wakil Ketua diusulkan kepada Pimpinan Sementara secara tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon Pimpinan yang terdiri atas 1 orang calon ketua dan 3 orang calon Wakil Ketua dan Fraksi yang berbeda untuk ditetapkan sebagai paket calon dalam Rapat Paripurna.

Tugas Pimpinan DPR antara lain:
•    memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
•    menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua;

•    menjadi juru bicara DPR;

•    melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;

•    melaksanakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;

•    mewakili DPR dan/atau alat kelengkapan DPR di pengadilan;

•    melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi Anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; serta menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR;

•    mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPR.

2. Badan Musyawarah (BAMUS) Badan Musyawarah (Bamus) merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap. Keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Jumlah Anggota Badan Musyawarah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari jumlah Anggota yang ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Tugas Badan Musyawarah antara lain:
•    menetapkan acara DPR untuk 1 Tahun Sidang, 1 Masa Persidangan, atau sebagian dari suatu Masa Sidang, dan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian Rancangan Undang-Undang, dengan tidak mengurangi hak Rapat Paripurna untuk mengubahnya;
•    meminta dan/atau memberikan kesempatan alat kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang menyangkut pelaksanaan tugas tiap-tiap alat kelengkapan;
•    menentukan penanganan suatu Rancangan undang-Undang atau pelaksanaaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR.
3. Komisi Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Setiap Anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi. Jumlah Komisi, Pasangan Kerja Komisi dan Ruang Lingkup Tugas Komisi diatur lebih lanjut dengan Keputusan DPR yang didasarkan pada institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun lembaga non-kementerian, dan sekretariat lembaga negara, dengan mempertimbangkan keefektifan tugas DPR. Tugas Komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Tugas Komisi di bidang anggaran : mengadakan Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah; dan mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah. Tugas komisi di bidang pengawasan antara lain: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya; membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya; melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta membahas dan menindklanjuti usulan DPD. Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses. Komisi, bidang kerja, dan pasangan kerja dapat dipelajari pada tabel di bawah ini : 
4. Badan Legislasi (BALEG) Susunan keanggotaan Badan Legislasi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Tugas Badan Legislasi antara lain: merencanakan dan menyusun program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan Rancangan Undang-Undang untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap Tahun Anggaran; dan menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; dan melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang diajukan Anggota, Komisi, atau Gabungan Komisi sebelum Rancangan Undang-Undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan Dewan, membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya. Badan Legislasi dalam melaksanakan tugasnya dapat mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) atau pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui Pimpinan DPR. 5. Panitia AnggaranSusunan keanggotaan Panitia Anggaran ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang, terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan dari Fraksi. Panitia Anggaran bertugas melaksanakan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Panitia Anggaran dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat Kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum, baik atas permintaan Panitia Anggaran maupun atas permintaan pihak lain; serta mengadakan konsultasi dengan DPD. 6. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT)Susunan keanggotaan BURT ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Tugas BURT adalah antara lain; membantu Pimpinan DPR dalam menentukan kebijaksanaan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal; membantu Pimpinan DPR dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh sekretariat Jenderal; dan membantu Pimpinan DPR dalam merencanakan dan menyusun Anggaran DPR dan Anggaran Sekretariat Jenderal. BURT dapat meminta penjelasan dan data yang diperlukan kepada Sekretariat Jenderal. BURT memberikan laporan tertulis sekurang-kurangnya sekali dalam satu Tahun Sidang kepada Pimpinan DPR. Dalam melaksanakan tugasnya BURT bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. 7. Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP)Susunan keanggotaan BKSAP ditetapkan oleh DPR menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang ketiga. Susunan keanggotaan BKSAP ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Tugas BKSAP antara lain: membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dengan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen-parlemen dan/atau anggota-anggota parlemen; mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR; mengadakan evaluasi dan mengembangkan tindak lanjut dari hasil pelaksanaan tugas BKSAP, terutama hasil kunjungan delegasi DPR ke luar negeri; dan memberikan saran atau usul kepada Pimpinan DPR tentang masalah kerjasama antar parlemen. BKSAP dalam melaksanakan tugasnya dapat; mengadakan konsultasi dengan pihak yang dipandang perlu mengenai hal yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya; mengadakan hubungan dengan parlemen negara lain dan organisasi internasional atas penugasan atau persetujuan Pimpinan DPR. 8. Badan KehormatanSusunan keanggotaan Badan Kehormatan ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang ketiga. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 13 (tiga belas) orang. Tugas Badan Kehormatan antara lain :
1.    Menetapkan keputusan hasil penyelidikan dan verifikasi dan menyampaikan keputusan tersebut kepada Pimpinan DPR.
2.  Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota karena: tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota; tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon Anggota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum; melanggar sumpah/janji, Kode Etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai Anggota; atau melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan;
Badan Kehormatan mempunyai wewenang untuk: memanggil Anggota yang bersangkutan untuk memberikan pernjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain. Setelah Badan Kehormatan melakukan penelitian dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, bukti-bukti serta sanksi-sanksi, Badan Kehormatan dapat memutuskan sanksi berupa:
•    Teguran tertulis yang disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Anggota yang bersangkutan.
•  Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan DPR atau Pimpinan Alat Kelengkapan DPR yang disampaikan kepada pimpinan DPR untuk dibacakan dalam rapat Paripurna.
•    Pemberhentian sebagai Anggota oleh Pimpinan DPR disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada anggota yang bersangkutan.
•    Badan Kehormatan dapat menetapkan keputusan rehabilitasi, apabila Anggota yang diadukan terbukti tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan Kode Etik yang diumumkan dalam rapat Paripurna dan dibagikan kepada seluruh Anggota.
9. Panitia Khusus Apabila memandang perlu, DPR dapat membentuk Panitia Khusus yang bersifat sementara. Komposisi keaggotaan Panitia Khusus ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah Anggota tiap-tiap Fraksi. Jumlah Anggota Panitia Khusus ditetapkan oleh Rapat Paripurna sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) orang. Panitia Khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Rapat Paripurna. Panitia Khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia Khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesasi. Rapat Paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja Panitia Khusus. Panitia yang dibentuk oleh Alat Kelengkapan disebut Panitia Kerja atau tim yang berjumlah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota alat kelengkapan yang bersangkutan, kecuali Tim yang dibentuk oleh Pimpinan DPR disesuaikan dengan kebutuhan. Panitia Kerja atau Tim bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Alat Kelengkapan DPR yang membentuknya. Panitia Kerja atau Tim dibubarkan oleh Alat Kelengkapan DPR yang membentuknya setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Tindak lanjut hasil kerja Panitia Kerja atau Tim ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya. Proses Pembuatan Undang-undang. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Jika RUU dari Pemerintah. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD. Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden. Jika RUU dari DPD. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna. RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR. DPRD Provinsi. Pada prinsipnya, posisi DPRD Provinsi sama dengan DPR, tetapi diarahkan ke pembuatan perundang-undangan di tingkat Provinsi. Eksekutif mitra kerjanya adalah Gubernur. Fungsi DPRD Provinsi adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara itu, tugas dan wewengang DPRD Provinsi adalah sebagai berikut :
1.    membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur untuk mendapat persetujuan bersama;
2.    menetapkan APBD bersama dengan gubernur;
3.    melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
4.    mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
5.    memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
6.    meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPRD Provinsi memiliki hak yang sama dengan DPR, baik selaku lembaga maupun perseorangan anggota. Hak selaku lembaga tersebut adalah Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Sementara itu, selaku perseorangan, setiap anggota DPRD Provinsi memiliki hak mengajukan rancangan peraturan daerah (perda), hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, hak memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, dan hak keuangan/administratif. Selain hak, kewajiban anggota DPRD Provinsi adalah sama dengan kewajiban anggota DPR. Hanya saja, lingkup penerapannya ada di Provinsi. Keputusan peresmian jabatan seorang anggota DPRD Provinsi diberikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. DPRD Kabupaten/Kota. Peresmian keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan melalui Keputusan Gubernur. Jumlah anggota DPRD Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya adalah 20 dan sebanyak-banyaknya 45 orang. Setiap anggota DPRD Kabupaten/Kota harus berdomisili di Kabupaten/Kota tersebut. Untuk hak, kewajiban, dan kewenangan lainnya adalah mirip denga DPRD Provinsi. Hanya saja, diterapkan di lingkup Kabupaten/Kota dengan mitra kerjanya yaitu Bupati/Walikota.
READMORE
 

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Kedudukan MPR. MPR Indonesia sesungguhnya dirancang ke aras 2 kamar tersebut (DPR dan DPD). Namun, melalui amandemen terakhir UUD 1945, MPR tetap menjadi badan tersendiri yang diatur konstitusi. Argumentasi Trikameral ini sebagai berikut :
1.    Keberadaan Utusan Golongan telah dihapuskan sehingga prinsip keterwakilan fungsional (functional representation) di MPR menjadi tidak ada lagi. Sebab itu, anggota MPR hanya terdiri atas anggota DPR mewakili prinsip keterwakilan politik (political representation) dan DPD mewakili prinsip keterwakilan daerah (regional representation).
2.    MPR tidak lagi berfungsi selaku “supreme body” yang punya kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol. Sebelumnya, MPR fungsi-fungsi : (1) menetapkan UUD dan mengubah UUD; (2) menetapkan GBHN; (3) memilih Presiden dan Wakil Presiden; (4) meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden; (5) memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden. Kini fungsi tersebut telah susut menjadi hanya : (1) menetapkan UUD dan atau Perubahan UUD; (2) melantik Presiden dan Wakil Presiden, dan (3) memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden, dan (4) menetapkan Presiden dan atau Wakil Presiden Pengganti sampai terpilihnya Presiden dan atau Wakil Presiden.
3.    Amandemen UUD 1945 menyuratkan kekuasaan membentuk Undang-undang Dasar ada di tangan DPR (bukan MPR lagi). Sebab itu, Indonesia kini menganut “separation of power” (pemisahan kekuasaan).
4.    Dengan diterapkannya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, MPR tidak lagi punya kuasa memilih keduanya. Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR melainkan langsung kepada rakyat.

Kendati begitu, ada beberapa peran vital yang diemban MPR. Misalnya, menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Pasal 8 ayat 2 menyatakan dalam hal terjadi kekosongan wakil presiden, selambat-lambatnya 60 hari MPR bersidang untuk memilih wakil presiden dari 2 calon yang diusulkan Presiden. Selain itu, Pasal 8 ayat 3 menyebut, bahwa dalam hal terjadinya kekosongan presiden dan wakil presiden secara bersamaan, maka selambat-lambatnya dalam 30 hari MPR bersidang untuk memilih presiden dan wakil presiden dari 2 pasangan calon presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wapres-nya meraih suara yang terbanyak pertama dan kedua dalam pemilu sebelumnya.

Juga, Pasal 3 ayat 3, Pasal 7A dan Pasal 7B, MPR punya kewenangan mengubah dan menetapkan UUD sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 37 UUD 1945. Dengan argumentasi-argumentasi di atas, dapat dipahami bahwa MPR adalah lembaga yang berdiri sendiri di samping DPR dan DPD. Sebab itu, Indonesia dikenal menerapkan sistem perwakilan 3 kamar (trikameralisme).

Mengenai kecilnya peran MPR ini, Maswardi Rauf menulis bahwa sempat muncul pemikiran bahwa MPR itu tidak perlu dilembagakan. MPR tidak perlu berbentuk badan tersendiri sebab ia sekadar joint session dari persidangan-persidangan yang dilakukan DPR dan DPD. Lebih lanjut, Rauf menyatakan MPR sekadar punya 3 fungsi, yaitu : (1) Mengubah dan menetapkan UUD; (2) Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden, dan (3) Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya (tentu, setelah mendengar usulan DPR dan mekanisme lain di dalam UUD 1945).

Fungsi MPR yang pertama dan ketiga bukanlah fungsi yang rutin dilakukan (jarang). Fungsi melantik Presiden dan Wakil Presiden pun sekadar seremonial, karena MPR sekadar melakukan upacara. Perlu diingat, yang memilih Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi MPR, tetapi rakyat secara langsung. Sebab itu, MPR tidak dapat menghambat jalannya pelantikan dengan kuorum kehadiran anggota mereka apalagi jumlah suara yang setuju/tidak setuju pelantikan tersebut.

MPR dalam Sejarah. Dalam perspektif historis, cikal bakal MPR kini adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beroperasi tahun 1945 hingga 1949. Saat itu, tata negara Indonesia belumlah semapan sekarang. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dalam masa itu belumlah ada struktur legislatif bernama MPR. Namun, dalam Aturan Peralihan UUD 1945 termaktub bahwa “sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk oleh UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.”

Tanggal 29 Agustus 1945 dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat yang saat itu merupakan badan pembantu Presiden. Anggotanya terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah, termasuk anggota PPKI. Susunan pimpinan KNIP ini adalah :
•    Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
•    Wakil : Mr. Sutardjo Kartohadikusuma
•    Wakil : Mr. J. Latuharhary
•    Wakil : Adam Malik

KNIP lalu mengusulkan pada eksekutif untuk menerbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X/1945 pada tanggal 16 Oktober 1945. Isi dari maklumat tersebut adalah diserahinya tugas-tugas MPR dan DPR serta penetapan Garis Besar Haluan Negara kepada KNIP, sebelum badan-badan yang diperuntukkan untuk itu belum ada.

UUD Republik Indonesia Serikat dan UUDS 1950. Pada tahun 1949 hingga 1959 berlaku dua versi konstitusi berbeda: Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan UUD Sementara. Di dalam 2 versi konstitusi tersebut, lembaga bernama MPR tidaklah dikenal. Pada masa ini pula, Indonesia menyelenggarakan Pemilu pertama tanggal 29 September 1955. Dalam Pemilu ini, rakyat secara langsung memilih anggota DPR dan Konstituante (badan penyusun undang-undang dasar).

Setelah terpilih, Konstituante segera bersidang menyusun UUD. Namun, di dalam Konstituante sendiri terjadi aneka perdebatan yang berujung pada ditemuinya “jalan buntu.” Untuk mengatasi itu, Presiden RI (Sukarno) segera mengeluarkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959. Isi dekrit tersebut adalah : Pembubaran Konstituante; Berlakunya kembali UUD 1945 dan pembatalan UUDS 1950, serta pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Upaya Presiden ini merupakan bentuk pengimplementasian pendirian struktur-struktur politik yang memang digariskan dalam UUD 1945.

MPRS. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 2 tahun 1959. Dasar hukumnya adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu. Isi dari Penpres tersebut adalah :
1.    MPRS terdiri atas anggota DPR Gotong Royong ditambah utusan-utusan daerah dan golongan
2.    Jumlah anggota MPR ditetapkan Presiden.
3.    Yang dimaksud daerah dan golongan adalah Daerah Swatantra Tingkat I (setara provinsi) dan Golongan Karya (fungsional).
4.    Anggota tambahan MPRS diangkat Presiden dan mengucap sumpah menurut agama di hadapat Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
5.    MPRS punya ketua dan beberapa wakil ketua yang diangkat Presiden.

Jumlah anggota MPRS yang dibentuk kemudian, didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 199 tahun 1960, adalah 616 orang. Jumlah ini terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah. Susunannya sebagai berikut :
•    Ketua : Chairul Saleh
•    Wakil : Mr. Ali Sastroamidjojo
•    Wakil : K.H. Idham Chalid
•    Wakil : Dipa Nusantara Aidit
•    Wakil : Kolonel Wilujo Puspojudo

Dalam kelanjutannya, MPRS ini melakukan beberapa kali sidang. Sidang pertama diadakan 10 Nopember s/d 7 Desember 1960, yang menghasilkan dua keputusan berikut : (1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara, dan; (2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.

Sidang kedua yang diadakan MPRS berlangsung tanggal 15 s/d 22 Mei 1963. Dalam sidang kedua ini dicapat 2 ketetapan berikut : (1) Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup, dan; (2) Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.

Sidang ketiga yang diadakan MPRS terjadi pada tanggal 11 s/d 16 April 1965. Sidang ini menghasilkan ketetapan-ketetapan berikut : (1) Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di Atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal dengan “Berdikari” sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia; (2) Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di Atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan; (3) Ketetapan MPRS Nomor VII/MPRS/1965 tentang “Gesuri”, “TAVIP” (Tahun Vivere Pericoloso), “The Fifth Freedom is Our Weapon” dan “The Era of Confrontation” sebagai Pedoman-pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia, dan; (4) Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.

Pada periode 1966 hingga 1972, periode setelah Presiden Sukarno tidak lagi menjabat presiden, terciptalah susunan pimpinan MPRS sebagai berikut :
1.    Ketua : Dr. A.H. Nasution
2.    Wakil : Osa Maliki
3.    Wakil : H.M. Subchan Z.E.
4.    Wakil : M. Siregar
5.    Wakil : Mashudi

Struktur baru MPRS ini mengadakan Sidang Umum keempat MPRS di Istora Senayan Jakarta tanggal 21 Juni hingga 5 Juli 1966. Sidang umum ini menghasilkan sangat banyak ketetapan, yang totalnya berjumlah 24. Dalam Sidang Umum keempat ini juga diadakan Sidang Istimewa MPRS untuk mendengar Pidato Pertanggungjawaban Presiden Sukarno dalam pidatonya yang dikenal sebagai Nawaksara.

MPRS tidak puas dengan pidato pertanggungjawaban tersebut, dan Presiden Sukarno lalu melengkapinya pada tanggal 10 Januari 1967 dengan suratnya berjudul “Pelengkap Nawaksara.” Namun, tetap saja ini tidak memuaskan MPRS. MPRS sebab itu mengambil kesimpulan bahwa Presiden tidak memenuhi kewajiban konstitusional.

Di sisi lain, DPR-GR mengusulkan pada MPRS untuk mengadakan kembali Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Sukarno dan mengangkat Letjen Suharto sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum. Sidang Istimewa akhirnya digelar MPR tanggal 7 hingga 12 Maret 1967.

Pada tahun 1971, Indonesia mengadakan Pemilu yang pertama. Dari Pemilu tersebut dihasilkan Susunan pimpinan MPR (tidak pakai sementara lagi). Susunan keanggotaan MPR ini didasarkan pada Undang-undang No.16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR. Menurut UU tersebut, jumlah anggota MPR adalah 920 orang, dengan komposisi berikut :
•    Fraksi ABRI : 230 orang
•    Fraksi Karya Pembangunan : 392 orang
•    Fraksi PDI : 42 orang
•    Fraksi Persatuan Pembangunan : 126 orang
•    Fraksi Utusan Daerah : 130 orang

Pola MPR seperti di atas konsisten selama periode Orde Baru hingga 1998. Posisi MPR, dalam sidang 5 tahunannya melakukan hal-hal rutin seperti mengangkat Suharto sebagai presiden, dan menentapkan GBHN yang draf-nya sudah ditentukan oleh pemerintah. Kondisi ini sedikit berubah pasca transisi politik Indonesia 1998.

Pasca 1998. Pasca 1998, MPR mengalami perubahan sesuai perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Perubahan ini tampak dari berubahnya fraksi-fraksi yang dihasilkan antar periode Pemilu.

Dalam periode 1999 – 2004, jumlah Fraksi yang ada di MPR terdiri atas 9 Fraksi dan 1 NonFraksi. Fraksi-fraksi yang ada adalah Fraksi Partai Bulan Bintang (14 orang), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (305 orang); Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa (5 orang); Fraksi Partai Daulah Ummat (8 orang); Fraksi Partai Golongan Karya (297 orang); Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (109 orang); Fraksi PPP (123 orang); Fraksi Reformasi (46 orang); Fraksi TNI/Polri (96 orang); dan nonFraksi 1 orang yaitu Drs. Dr. Muhammad Ali, SH., Dip. Ed., M.Sc.

Pasca pemilu 2004, tercipta formasi baru Fraksi MPR yang terdiri atas 8 Fraksi dan 1 Kelompok Dewan Perwakilan Daerah. Fraksi-fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Golongan Karya (PKPB dan PBR bergabung ke sini); Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDS bergabung ke sini); Fraksi Partai Persatuan Pembangunan; Fraksi Partai Demokrat (gabunga 5 parpol dengan 20 kursi); Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa; Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi (gabungan PBB, PP, PNI-Marhaenisme, PKPI, PPDK, dan PPDI), serta Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (132 orang).
READMORE
 

LEGESLATIF INDONESIA

Legislatif di Indonesia  Legislatif di Indonesia. Badan legislatif adalah struktur politik yang berfungsi mewakili warga negara di dalam proses pembuatan kebijakan negara. Peran badan ini semakin signifikan dan mendetail utamanya pasca transisi politik Indonesia tahun 1998. Undang-undang Dasar 1945 pun telah beberapaka kali diamandemen, dan secara khusus menspesifikkan nama struktur dan fungsi dari badan-badan legislatif Indonesia.

Melalui UUD 1945, dapat diketahui bahwa struktur legislatif yang ada di Indonesia terdiri atas MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Badan-badan ini memiliki fungsi dan wilayah kewenangan yang berbeda-beda. Sebab itu, Jimly Asshiddiqie menyebut Indonesia setelah Amandemen ke-4 UUD 1945, Indonesia menerapkan sistem Trikameral (sistem 3 kamar) dalam lembaga perwakilan rakyat.

Sebagai pembanding, dapat kita lihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat. Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan Kongres. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The House of Representatives dan Senates. Sementara di Indonesia, ada 3 lembaga perwakilan yang diakui konstitusi, yaitu MPR, DPR, dan DPD.

MPR merupakan struktur legislatif yang Cuma berkedudukan di tingkat pusat. Fungsi dari badan ini adalah mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta hanya dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya berdasarkan Undang-undang Dasar. Anggota MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota yang dipilih melalui pemilu. MPR bersidang sedikitnya 5 tahun sekali dan setiap keputusannya diambil dengan suara terbanyak.

DPR adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam membentuk undang-undang tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden. Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah fungsi anggaran, fungsi legislasi, dan fungsi pengawasan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan hak imunitas.

Anggota DPR ini seluruhnya dipilih melalui mekanisme pemilihan umum dan setiap calonnya berasal dari partai-partai politik. Secara substansial, struktur dan fungsi DPRD I serta DPRD II adalah sama dengan DPR pusat. Hanya saja, lingkup kewenangan DPRD I adalah di tingkat Provinsi sementara DPRD II di tingkat Kabupaten/Kota.

DPD adalah struktur legislatif yang relatif baru dalam sistem politik Indonesia. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum, dan jumlah anggota DPD di setiap provinsi adalah sama. Namun, Undang-undang Dasar 1945 mengatur bahwa jumlah total anggota DPD ini tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya 1 kali dalam setahun.

Sesuai namanya, DPD berfungsi mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain mengajukan, DPD juga ikut serta di dalam membahas rancangan undang-undang yang mereka ajukan ke DPR itu. Juga, DPD dapat memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Sehubungan dengan fungsi di atas, selain mengusulkan, ikut membahas, dan memberikan pertimbangan, DPD juga punya hak untuk mengawasi pelaksanaan setiap undang-undang berkait masalah di atas. Namun, sebagai hasil pengawasan, DPD tidak dapat bertindak langsung oleh sebab mereka harus menyampaikan terlebih dahulu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
UUD 1945

UUD 1945 adalah konstitusi Republik Indonesia. Ia mengatur prinsip-prinsip dasar ketatanegaraan negara. Hubungan lembaga-lembaga negara baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif dimuat dalam konstitusi ini. UUD 1945 itu sendiri bukan sesuatu yang kaku atau tidak bisa berubah. Bahkan UUD 1945 telah mengalami 4 kali perubahan atau amandemen.

Amandemen Pertama terjadi di dalam Sidang MPR tahun 1999, tepatnya ditetapkan pada 19 Oktober 1999. Subtansi perubahan adalah pada pembatasan kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Amandemen Kedua terjadi di Sidang Tahunan MPR tahun 2000, tepatnya tanggal 18 Agustus 2000. Substansi perubahan adalah pada pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam memperkuat kedudukan DPR dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.

Amandemen Ketiga terjadi pada Sidang Tahunan MPR 2001, tepatnya tanggal 9 Nopember 2001. Substansi perubahan pada pengubahan atau penambahan ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara, dan hubungan antarlembaga negara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta tentan Pemilihan Umum.

Amandemen Keempat terjadi pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002, tepatnya tanggal 10 Agustus 2002. Substansi perubahan meliputi kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agusng (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.

Melalui 4 amandemen tersebut, terjadi perubahan UUD 1945 yang awalnya hanya terdiri atas 71 butir ketentuan menjadi 199 butir. Dari 199 butir tersebut, hanya 25 butir atau 25% yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, 174 butir atau 88% merupabakan butir-butir baru atau butir-butir lama yang telah mengalami perubahan.
READMORE
 

YUDIKATIF INDONESIA

Badan Yudikatif
kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan peradilan di mana kekuasaan ini menjaga undang-undang, peraturan-peraturan dan ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan menjatuhkan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum/undang-undang. Selain itu Yudikatif juga bertugas untuk memberikan keputusan dengan adil sengeketa-sengketa sipil yang diajukan ke pengadilan untuk diputuskan. (Maria Farida Indrati S., “ILMU PERUNDANG-UNDANGAN 1, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan”, 2007:113)
Badan Yudikatif dalam Negara-negara Demokratis
Common Law
Terdapat di negara-negara Anglo Saxon dan memulai pertumbuhan di Inggris pada Abad Pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang dinamakan statue law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan common law, yaitu kumpulan keputusan yang dalam zaman lalu telah dirumuskan oleh hakim.
Di negara-negara dengan sistem common law, tidak ada suatu sistem huukum yang telah dibukukan (dikodifisir). Dalam hal ini common law mirip dengan sistem Hukum Perdata Adat tak tertulis.
Civil Law
Terdapat banyak di Negara Eropa Barat Kontinental. Dalam sistem ini, hukum telah lama tersusun rapi, dengan kata lain penciptaan hukum secara sengaja oleh hakim adalah tidak mungkin. Hakim hanya mengadili perkara berdasarkan hukum yang termuat dalam kodifikasi saja.
Di negara federal kedudukan badan yudikatif, terutama pengadilan federal, mendapat kedudukan yang lebih istimewa daripada negara kesatuan karena biasanya mendapat tugas menyelsaikan persoalan-persoalan konstitusional yang telah timbul antara negara federal dengan Negara bagian, atau antarnegara-negara bagian. Sedangkan persoalan seperti itu tidak ditemukan di ngara kesatuan.
Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Komunis.
Berdasarkan konsep Soviet Legality. Anggapan ini erat hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan komunisme di Uni Soviet. Konsep ini menjelaskan bahwa socialist legality secara aktif memajukan masyarakat Soviet kea rah komunis, dan karenanya segala aktivitas serta semua alat kenegaraan, termasuk penyelenggara hukum dan wewenang badan yudikatif merupakan prasaranan untuk melancarkan perkembangan ke arah komunisme. Fungsi badan yudikatif tidak dimaksud untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah (paham borjuis).
Judicial Review
Judicial Review adalah wewenang Mahkamah Agung untuk menguji suatu undang-undang dan menolak melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia
Terdapat dualisme dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya sistem Hukum Perdata, yaitu :
1.     sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tak tertulis
2.  sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode-kode Prancis saman Napoleon yang dipengaruhi oleh hukum Romawi.
Dalam pasal 24 dan 25 UUD 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.”
Pada masa Demokrasi Terpimpin telah terjadi penyelewengan yang bertentangan dengan asas kebebasan badan yudikatif, yaitu memberi status menteri kepada Ketua Mahkamah Agung sehingga jabatan Mahkamah Agung yang seharusnya terpisah dari kekuasaat eksekutif menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif.
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia Setelah Masa Reformasi
Menurut Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 November 2001, mengenai Bab Kekuasaan Kehakiman (BAB IX), kekuasaan kehakiman terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
a. Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk :
1). mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk :
•    menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review)
•    memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara
•    memutuskan pembubaran partai politk
•    memutuskan perselisihan tentang pemilihan umum
2). Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil presieden aras permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadp Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
b. Mahkamah Agung (MA), kewenangannya adalah menyelenggarakan kekuasaan peradilan yang berada dilingkunan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha Negara. MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi. Calon hakim diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh hakim agung.
c. Komisi Yudisial (KY) adalah suatu lembaga yang bebas dan mandiri, berwenang utnuk mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan dan perilaku hukum. Diangkat dan diberhenitkan oleh Presiden atas persetujuan DPR
d. Komisi Hukum Nasional (KHN), untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalah-masalah hukum secara objektif.
e. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan respon pmerintah terhadap rasa pesimistis masyarakat terhada kinerja dan reputsi kejaksaan maupun kepolisian dalam hal pemberantasan korupsi.
f. Komisi Nasional Anti Kekeransan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
g. Komisi Ombudsman Nasinal (KON), bereperan agar pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah berjalan dengan baik.
READMORE