DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political representative). Jimly Asshiddiqie menyebut, fungsi legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.

Dalam skema sistem politik David Easton, DPR bekedudukan hampir di setiap lini: Dalam lini Input, DPR merespon kepentingan masyarakat melakukan mekanisme pengaduan harian; Di lini konversi, DPR bersama pemerintah bernegosiasi bagaimana kepentingan masyarakat diakomodir; dan di lini Output, DPR mengeluarkan Undang-undang yang merupakan kebijakan negara yang harus dijalankan lembaga kepresidenan.

Lebih lanjut, Almond telah merinci aneka fungsi yang dimaksud skema sistem politik Easton. Dalam konteks pemikiran Almond, maka DPR adalah struktur yang menjalankan fungsi-fungsi Input (agregasi kepentingan, komunikasi politik) dan fungsi output yaitu Legislasi.

Dalam kekuasaannya sebagai legislator, DPR berhadapan dengan Presiden dan DPD. Harus ada kerjasama harmonis antara ketiga institusi ini, kendati kekuasaan legislatif tetap ada di tangan DPR.

Hubungan DPR dengan Presiden. Berdasar Pasal 20 UUD 1945, DPR dipahami sebagai lembaga legislasi atau legislator, bukan Presiden atau DPR. Dalam konteks pembuatan undang-undang oleh DPR ini, UUD 45 menggariskan hal-hal sebagai berikut :
•    DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif, bukan Presiden atau DPD
•    Presiden adalah lembaga yang mengesahkan rancangan Undang-undang yang telah mendapat persetujuan besama dalam rapat paripurna DPR resmi menjadi Undang-undang.
•    Rancangan Undang-undang yang telah resmi sah menjadi Undang-undang wajib diundangkan sebagaimana mestinya.
•    Setiap rancangan undang-undang dibahas agar diperoleh persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam persidangan DPR.
•    Jika RUU adalah inisiatif DPR, maka DPR sebagai institusi akan berhadapan dengan Presiden sebagai kesatuan institusi yang dapat menolak inisiatif DPR itu (seluruhnya atau sebagian). RUU itu tidak boleh lagi diajukan DPR dalam tahun sidang yang sama. Di sini, posisi DPR dan Presiden berimbang.
•    Jika RUU inisiatif Presiden, maka DPR juga berhak menerima ataupun menolak (sebagian atau seluruhnya). DPR dapat melakukan voting untuk menerima atau menolak RUU yang diajukan Presiden itu.
•    Jika suatu RUU telah disetujui dalam rapat paripurna DPR dan disahkan dalam rapat DPR tersebut, maka secara substantif ataupun materiil RUU tersebut sah sebaga UU. Namun, pengesahan DPR itu belum mengikat secara umum karena belum disahkan oleh Presiden serta diundangkan sebagaimana mestinya. Meski Presiden sudah tidak dapat lagi mengubah materinya atau tidak menyetujuinya, tetapi sebagai UU ia sudah sah.
•    Suatu RUU yang disahkan DPR sebagai UU baru bisa berlaku umum mempertimbangkan kondisi berikut : (a) Faktor pengesahan oleh Presiden dengan cara menandatangani naskah Undang-undang itu; (b) Faktor tenggang waktu 30 hari sejak pengambilan keputusan atas rancangan UU tersebut dalam rapat paripurna DPR (pengesahan materil oleh DPR, pengesahan formil oleh Presiden).


Fungsi-fungsi DPR. DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden.

Hak DPR sebagai Lembaga. Untuk melaksakan fungsi-fungsinya, DPR memiliki serangkaian hak. Hak-hak tersebut dibedakan menjadi Hak DPR selaku Lembaga dan Hak DPR selaku Perseorangan. Hak-hak DPR selaku Lembaga meliputi hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

Hak Interpelasi DPR ini diatur dalam UU No.22 tahun 2003, yaitu hak DPR sebagai lembaga, untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hak Angket adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga, untuk mengajukan usul menyatakan pendapat mengenai :
1.    kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional;
2.    tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
3.    dugaan bahwa Presiden dan atau Wapres melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wapres.

Hak Anggota DPR. Selain itu, Hak-hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan RUU; (2) Hak Mengajukan Pertanyaan; (3) Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat; (4) Hak Memilih dan Dipilih; (5) Hak Membela Diri; (6) Hak Imunitas; (7) Hak Protokoler; dan, (8) Hak Keuangan dan Administratif. Keterangannya adalah sebagai berikut :
1.    Hak Mengajukan Rancangan Undang-undang adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-undang.
2.    Hak Mengajukan Pertanyaan adalah hak setiap anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada Presiden yang disusun baik secara lisan/tulisan, singkat, jelas, dan disampaikan kepada pimpinan DPR.
3.    Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat adalah hak setiap anggota DPR untuk menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
4.    Hak Memilih dan Dipilih adalah hak setiap anggota DPR untuk menduduki jabata tertentu pada alat kelengkapan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
5.    Hak Membela Diri adalah hak setiap anggota DPR untuk melakukan pembelaan diri dan atau memberi keterangan kepada Badan Kehormatan DPR atas tuduhan pelanggaran Kode Etik atas dirinya.
6.    Hak Imunitas adalah hak setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib DPR dan Kode Etik anggota dewan.
7.    Hak Protokoler adalah hak setiap anggota DPR bersama Pimpinan DPR sesuai ketentuan perundang-undangan.
8.    Hak Keuangan dan Administratif adalah hak setiap anggota DPR untuk beroleh pendapatan, perumahan, kendaraan, dan fasilitas lain yang mendukung pekerjaan selaku wakil rakyat.

Kewajiban Anggota DPR. Selain punya hak, anggota DPR juga punya serangkaian kewajiban yang harus ia penuhi selama masa jabatannya (5 tahun). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
1.    mengamalkan Pancasila;
2.    melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
3.    melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
4.    mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
5.    memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
6.    menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
7.    mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dangolongan;
8.    memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
9.    menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPR; dan
10.    menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait

Fraksi DPR. Fraksi adalah pengelompokan Anggota berdasarkan konfigurasi partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi, bersifat mandiri, dan dibentuk dalam rangka optimalisasi dan keefektifan pelaksanaan tugas, wewenang, serta hak dan kewajiban DPR.

Fraksi mempunyai jumlah anggota sekurang-kurangnya 13 orang. Fraksi dibentuk oleh anggota partai politik hasil Pemilihan Umum. Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan anggota dari 2 atau lebih partai politik hasil Pemilihan Umum yang memperoleh kurang dari 13 orang atau bergabung dengan Fraksi lain. Setiap Anggota harus menjadi anggota salah satu Fraksi. Pimpinan Fraksi ditetapkan oleh anggota Fraksinya masing-masing.

Fraksi bertugas mengkoordinasikan kegiatan anggota dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR. Fraksi bertugas meningkatkan kemampuan, disiplin, keefektifan, dan efisiensi kerja anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan DPR. DPR menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.

Alat Kelengkapan DPR. Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR terdiri dari: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.

1. Pimpinan DPR RI

Pimpinan DPR merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif, terdiri atas satu orang Ketua dan 3 orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Paripurna.

Calon Ketua dan Wakil Ketua diusulkan kepada Pimpinan Sementara secara tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon Pimpinan yang terdiri atas 1 orang calon Ketua dan 3 orang calon Wakil Ketua dari Fraksi yang berbeda untuk di tetapkan sebagai paket calon dalam Rapat Paripurna.

Pimpinan DPR dipilih dari dan oleh Anggota. Calon Ketua dan Wakil Ketua diusulkan kepada Pimpinan Sementara secara tertulis oleh Fraksi dalam satu paket calon Pimpinan yang terdiri atas 1 orang calon ketua dan 3 orang calon Wakil Ketua dan Fraksi yang berbeda untuk ditetapkan sebagai paket calon dalam Rapat Paripurna.

Tugas Pimpinan DPR antara lain:
•    memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
•    menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua;

•    menjadi juru bicara DPR;

•    melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;

•    melaksanakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;

•    mewakili DPR dan/atau alat kelengkapan DPR di pengadilan;

•    melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi Anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; serta menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR;

•    mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPR.

2. Badan Musyawarah (BAMUS) Badan Musyawarah (Bamus) merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap. Keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR. Jumlah Anggota Badan Musyawarah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari jumlah Anggota yang ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Tugas Badan Musyawarah antara lain:
•    menetapkan acara DPR untuk 1 Tahun Sidang, 1 Masa Persidangan, atau sebagian dari suatu Masa Sidang, dan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian Rancangan Undang-Undang, dengan tidak mengurangi hak Rapat Paripurna untuk mengubahnya;
•    meminta dan/atau memberikan kesempatan alat kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang menyangkut pelaksanaan tugas tiap-tiap alat kelengkapan;
•    menentukan penanganan suatu Rancangan undang-Undang atau pelaksanaaan tugas DPR lainnya oleh alat kelengkapan DPR.
3. Komisi Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Setiap Anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi. Jumlah Komisi, Pasangan Kerja Komisi dan Ruang Lingkup Tugas Komisi diatur lebih lanjut dengan Keputusan DPR yang didasarkan pada institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun lembaga non-kementerian, dan sekretariat lembaga negara, dengan mempertimbangkan keefektifan tugas DPR. Tugas Komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Tugas Komisi di bidang anggaran : mengadakan Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah; dan mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah. Tugas komisi di bidang pengawasan antara lain: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya; membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya; melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta membahas dan menindklanjuti usulan DPD. Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses. Komisi, bidang kerja, dan pasangan kerja dapat dipelajari pada tabel di bawah ini : 
4. Badan Legislasi (BALEG) Susunan keanggotaan Badan Legislasi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Tugas Badan Legislasi antara lain: merencanakan dan menyusun program Legislasi Nasional yang memuat daftar urutan Rancangan Undang-Undang untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap Tahun Anggaran; dan menyiapkan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; dan melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang diajukan Anggota, Komisi, atau Gabungan Komisi sebelum Rancangan Undang-Undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan Dewan, membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya. Badan Legislasi dalam melaksanakan tugasnya dapat mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah, DPD, Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) atau pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup tugasnya melalui Pimpinan DPR. 5. Panitia AnggaranSusunan keanggotaan Panitia Anggaran ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang, terdiri atas anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan dari Fraksi. Panitia Anggaran bertugas melaksanakan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Panitia Anggaran dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat Kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum, baik atas permintaan Panitia Anggaran maupun atas permintaan pihak lain; serta mengadakan konsultasi dengan DPD. 6. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT)Susunan keanggotaan BURT ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Tugas BURT adalah antara lain; membantu Pimpinan DPR dalam menentukan kebijaksanaan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal; membantu Pimpinan DPR dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh sekretariat Jenderal; dan membantu Pimpinan DPR dalam merencanakan dan menyusun Anggaran DPR dan Anggaran Sekretariat Jenderal. BURT dapat meminta penjelasan dan data yang diperlukan kepada Sekretariat Jenderal. BURT memberikan laporan tertulis sekurang-kurangnya sekali dalam satu Tahun Sidang kepada Pimpinan DPR. Dalam melaksanakan tugasnya BURT bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. 7. Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP)Susunan keanggotaan BKSAP ditetapkan oleh DPR menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang ketiga. Susunan keanggotaan BKSAP ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Tugas BKSAP antara lain: membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dengan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen-parlemen dan/atau anggota-anggota parlemen; mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR; mengadakan evaluasi dan mengembangkan tindak lanjut dari hasil pelaksanaan tugas BKSAP, terutama hasil kunjungan delegasi DPR ke luar negeri; dan memberikan saran atau usul kepada Pimpinan DPR tentang masalah kerjasama antar parlemen. BKSAP dalam melaksanakan tugasnya dapat; mengadakan konsultasi dengan pihak yang dipandang perlu mengenai hal yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya; mengadakan hubungan dengan parlemen negara lain dan organisasi internasional atas penugasan atau persetujuan Pimpinan DPR. 8. Badan KehormatanSusunan keanggotaan Badan Kehormatan ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang ketiga. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 13 (tiga belas) orang. Tugas Badan Kehormatan antara lain :
1.    Menetapkan keputusan hasil penyelidikan dan verifikasi dan menyampaikan keputusan tersebut kepada Pimpinan DPR.
2.  Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota karena: tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota; tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon Anggota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum; melanggar sumpah/janji, Kode Etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai Anggota; atau melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan;
Badan Kehormatan mempunyai wewenang untuk: memanggil Anggota yang bersangkutan untuk memberikan pernjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain. Setelah Badan Kehormatan melakukan penelitian dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, bukti-bukti serta sanksi-sanksi, Badan Kehormatan dapat memutuskan sanksi berupa:
•    Teguran tertulis yang disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Anggota yang bersangkutan.
•  Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan DPR atau Pimpinan Alat Kelengkapan DPR yang disampaikan kepada pimpinan DPR untuk dibacakan dalam rapat Paripurna.
•    Pemberhentian sebagai Anggota oleh Pimpinan DPR disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada anggota yang bersangkutan.
•    Badan Kehormatan dapat menetapkan keputusan rehabilitasi, apabila Anggota yang diadukan terbukti tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan Kode Etik yang diumumkan dalam rapat Paripurna dan dibagikan kepada seluruh Anggota.
9. Panitia Khusus Apabila memandang perlu, DPR dapat membentuk Panitia Khusus yang bersifat sementara. Komposisi keaggotaan Panitia Khusus ditetapkan oleh Rapat Paripurna berdasarkan perimbangan jumlah Anggota tiap-tiap Fraksi. Jumlah Anggota Panitia Khusus ditetapkan oleh Rapat Paripurna sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) orang. Panitia Khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Rapat Paripurna. Panitia Khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia Khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesasi. Rapat Paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja Panitia Khusus. Panitia yang dibentuk oleh Alat Kelengkapan disebut Panitia Kerja atau tim yang berjumlah sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota alat kelengkapan yang bersangkutan, kecuali Tim yang dibentuk oleh Pimpinan DPR disesuaikan dengan kebutuhan. Panitia Kerja atau Tim bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Alat Kelengkapan DPR yang membentuknya. Panitia Kerja atau Tim dibubarkan oleh Alat Kelengkapan DPR yang membentuknya setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Tindak lanjut hasil kerja Panitia Kerja atau Tim ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya. Proses Pembuatan Undang-undang. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Jika RUU dari Pemerintah. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD. Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden. Jika RUU dari DPD. RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna. RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR. DPRD Provinsi. Pada prinsipnya, posisi DPRD Provinsi sama dengan DPR, tetapi diarahkan ke pembuatan perundang-undangan di tingkat Provinsi. Eksekutif mitra kerjanya adalah Gubernur. Fungsi DPRD Provinsi adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara itu, tugas dan wewengang DPRD Provinsi adalah sebagai berikut :
1.    membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur untuk mendapat persetujuan bersama;
2.    menetapkan APBD bersama dengan gubernur;
3.    melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;
4.    mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
5.    memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
6.    meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPRD Provinsi memiliki hak yang sama dengan DPR, baik selaku lembaga maupun perseorangan anggota. Hak selaku lembaga tersebut adalah Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Sementara itu, selaku perseorangan, setiap anggota DPRD Provinsi memiliki hak mengajukan rancangan peraturan daerah (perda), hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, hak memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, dan hak keuangan/administratif. Selain hak, kewajiban anggota DPRD Provinsi adalah sama dengan kewajiban anggota DPR. Hanya saja, lingkup penerapannya ada di Provinsi. Keputusan peresmian jabatan seorang anggota DPRD Provinsi diberikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. DPRD Kabupaten/Kota. Peresmian keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan melalui Keputusan Gubernur. Jumlah anggota DPRD Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya adalah 20 dan sebanyak-banyaknya 45 orang. Setiap anggota DPRD Kabupaten/Kota harus berdomisili di Kabupaten/Kota tersebut. Untuk hak, kewajiban, dan kewenangan lainnya adalah mirip denga DPRD Provinsi. Hanya saja, diterapkan di lingkup Kabupaten/Kota dengan mitra kerjanya yaitu Bupati/Walikota.

Penulis : RND's ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ini dipublish oleh RND's pada hari Rabu, 28 Maret 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
 

0 komentar:

Posting Komentar