Badan Yudikatif
kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan peradilan di mana kekuasaan ini menjaga undang-undang, peraturan-peraturan dan ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan menjatuhkan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum/undang-undang. Selain itu Yudikatif juga bertugas untuk memberikan keputusan dengan adil sengeketa-sengketa sipil yang diajukan ke pengadilan untuk diputuskan. (Maria Farida Indrati S., “ILMU PERUNDANG-UNDANGAN 1, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan”, 2007:113)
Badan Yudikatif dalam Negara-negara Demokratis
Common Law
Terdapat di negara-negara Anglo Saxon dan memulai pertumbuhan di Inggris pada Abad Pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang dinamakan statue law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan common law, yaitu kumpulan keputusan yang dalam zaman lalu telah dirumuskan oleh hakim.
Di negara-negara dengan sistem common law, tidak ada suatu sistem huukum yang telah dibukukan (dikodifisir). Dalam hal ini common law mirip dengan sistem Hukum Perdata Adat tak tertulis.
Civil Law
Terdapat banyak di Negara Eropa Barat Kontinental. Dalam sistem ini, hukum telah lama tersusun rapi, dengan kata lain penciptaan hukum secara sengaja oleh hakim adalah tidak mungkin. Hakim hanya mengadili perkara berdasarkan hukum yang termuat dalam kodifikasi saja.
Di negara federal kedudukan badan yudikatif, terutama pengadilan federal, mendapat kedudukan yang lebih istimewa daripada negara kesatuan karena biasanya mendapat tugas menyelsaikan persoalan-persoalan konstitusional yang telah timbul antara negara federal dengan Negara bagian, atau antarnegara-negara bagian. Sedangkan persoalan seperti itu tidak ditemukan di ngara kesatuan.
Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Komunis.
Berdasarkan konsep Soviet Legality. Anggapan ini erat hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan komunisme di Uni Soviet. Konsep ini menjelaskan bahwa socialist legality secara aktif memajukan masyarakat Soviet kea rah komunis, dan karenanya segala aktivitas serta semua alat kenegaraan, termasuk penyelenggara hukum dan wewenang badan yudikatif merupakan prasaranan untuk melancarkan perkembangan ke arah komunisme. Fungsi badan yudikatif tidak dimaksud untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah (paham borjuis).
Judicial Review
Judicial Review adalah wewenang Mahkamah Agung untuk menguji suatu undang-undang dan menolak melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia
Terdapat dualisme dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya sistem Hukum Perdata, yaitu :
1. sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tak tertulis
2. sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode-kode Prancis saman Napoleon yang dipengaruhi oleh hukum Romawi.
Dalam pasal 24 dan 25 UUD 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.”
Pada masa Demokrasi Terpimpin telah terjadi penyelewengan yang bertentangan dengan asas kebebasan badan yudikatif, yaitu memberi status menteri kepada Ketua Mahkamah Agung sehingga jabatan Mahkamah Agung yang seharusnya terpisah dari kekuasaat eksekutif menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif.
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia Setelah Masa Reformasi
Menurut Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 November 2001, mengenai Bab Kekuasaan Kehakiman (BAB IX), kekuasaan kehakiman terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
a. Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk :
1). mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk :
• menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review)
• memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara
• memutuskan pembubaran partai politk
• memutuskan perselisihan tentang pemilihan umum
2). Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil presieden aras permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadp Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
b. Mahkamah Agung (MA), kewenangannya adalah menyelenggarakan kekuasaan peradilan yang berada dilingkunan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha Negara. MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi. Calon hakim diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh hakim agung.
c. Komisi Yudisial (KY) adalah suatu lembaga yang bebas dan mandiri, berwenang utnuk mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan dan perilaku hukum. Diangkat dan diberhenitkan oleh Presiden atas persetujuan DPR
d. Komisi Hukum Nasional (KHN), untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalah-masalah hukum secara objektif.
e. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan respon pmerintah terhadap rasa pesimistis masyarakat terhada kinerja dan reputsi kejaksaan maupun kepolisian dalam hal pemberantasan korupsi.
f. Komisi Nasional Anti Kekeransan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
g. Komisi Ombudsman Nasinal (KON), bereperan agar pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah berjalan dengan baik.
kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan peradilan di mana kekuasaan ini menjaga undang-undang, peraturan-peraturan dan ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan menjatuhkan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum/undang-undang. Selain itu Yudikatif juga bertugas untuk memberikan keputusan dengan adil sengeketa-sengketa sipil yang diajukan ke pengadilan untuk diputuskan. (Maria Farida Indrati S., “ILMU PERUNDANG-UNDANGAN 1, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan”, 2007:113)
Badan Yudikatif dalam Negara-negara Demokratis
Common Law
Terdapat di negara-negara Anglo Saxon dan memulai pertumbuhan di Inggris pada Abad Pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang dinamakan statue law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan common law, yaitu kumpulan keputusan yang dalam zaman lalu telah dirumuskan oleh hakim.
Di negara-negara dengan sistem common law, tidak ada suatu sistem huukum yang telah dibukukan (dikodifisir). Dalam hal ini common law mirip dengan sistem Hukum Perdata Adat tak tertulis.
Civil Law
Terdapat banyak di Negara Eropa Barat Kontinental. Dalam sistem ini, hukum telah lama tersusun rapi, dengan kata lain penciptaan hukum secara sengaja oleh hakim adalah tidak mungkin. Hakim hanya mengadili perkara berdasarkan hukum yang termuat dalam kodifikasi saja.
Di negara federal kedudukan badan yudikatif, terutama pengadilan federal, mendapat kedudukan yang lebih istimewa daripada negara kesatuan karena biasanya mendapat tugas menyelsaikan persoalan-persoalan konstitusional yang telah timbul antara negara federal dengan Negara bagian, atau antarnegara-negara bagian. Sedangkan persoalan seperti itu tidak ditemukan di ngara kesatuan.
Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Komunis.
Berdasarkan konsep Soviet Legality. Anggapan ini erat hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan komunisme di Uni Soviet. Konsep ini menjelaskan bahwa socialist legality secara aktif memajukan masyarakat Soviet kea rah komunis, dan karenanya segala aktivitas serta semua alat kenegaraan, termasuk penyelenggara hukum dan wewenang badan yudikatif merupakan prasaranan untuk melancarkan perkembangan ke arah komunisme. Fungsi badan yudikatif tidak dimaksud untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah (paham borjuis).
Judicial Review
Judicial Review adalah wewenang Mahkamah Agung untuk menguji suatu undang-undang dan menolak melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia
Terdapat dualisme dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya sistem Hukum Perdata, yaitu :
1. sistem hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tak tertulis
2. sistem hukum Eropa Barat (Belanda) yang bercorak kode-kode Prancis saman Napoleon yang dipengaruhi oleh hukum Romawi.
Dalam pasal 24 dan 25 UUD 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.”
Pada masa Demokrasi Terpimpin telah terjadi penyelewengan yang bertentangan dengan asas kebebasan badan yudikatif, yaitu memberi status menteri kepada Ketua Mahkamah Agung sehingga jabatan Mahkamah Agung yang seharusnya terpisah dari kekuasaat eksekutif menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif.
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia Setelah Masa Reformasi
Menurut Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 November 2001, mengenai Bab Kekuasaan Kehakiman (BAB IX), kekuasaan kehakiman terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
a. Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang untuk :
1). mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk :
• menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review)
• memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara
• memutuskan pembubaran partai politk
• memutuskan perselisihan tentang pemilihan umum
2). Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil presieden aras permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadp Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.
b. Mahkamah Agung (MA), kewenangannya adalah menyelenggarakan kekuasaan peradilan yang berada dilingkunan peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha Negara. MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi. Calon hakim diajukan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh hakim agung.
c. Komisi Yudisial (KY) adalah suatu lembaga yang bebas dan mandiri, berwenang utnuk mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menegakkan kehormatan dan perilaku hukum. Diangkat dan diberhenitkan oleh Presiden atas persetujuan DPR
d. Komisi Hukum Nasional (KHN), untuk mewujudkan sistem hukum nasional demi menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran dengan melakukan pengkajian masalah-masalah hukum secara objektif.
e. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan respon pmerintah terhadap rasa pesimistis masyarakat terhada kinerja dan reputsi kejaksaan maupun kepolisian dalam hal pemberantasan korupsi.
f. Komisi Nasional Anti Kekeransan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.
g. Komisi Ombudsman Nasinal (KON), bereperan agar pelayanan umum yang dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah berjalan dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar